Senayan menyoroti situasi genting bagi industri tekstil dalam negeri yang terancam bangkrut karena gelombang produk impor ilegal yang masif. Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta untuk segera mengambil tindakan guna menyelamatkan industri tekstil dari kehancuran akibat serbuan produk asing ilegal. Diperkirakan, sekitar 29 ribu kontainer produk tekstil ilegal memasuki Indonesia setiap tahunnya. Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto, menegaskan bahwa pelaku usaha tekstil lokal mengalami kesulitan yang sangat serius akibat persaingan dari produk luar negeri, khususnya dari China. Hal ironis terjadi saat pemerintah tidak memiliki kebijakan yang mampu menolong industri lokal yang terancam bangkrut.
"Dalam beberapa waktu lalu, saya menerima kunjungan, tidak hanya dari pengusaha minyak goreng, tetapi juga dari pengusaha tekstil. Mereka semua hampir bangkrut. Tidak ada solusi yang diberikan," ujarnya di Jakarta.
Darmadi kemudian membeberkan fakta terkait lonjakan produk impor ilegal yang masuk ke Indonesia. Pertama, impor tekstil tersebut tidak dikenakan bea masuk. Dia menjelaskan bahwa saat ini terjadi penurunan harga sewa kontainer secara signifikan.
"Dulu sewa kontainer pernah mencapai Rp 600 juta ketika masih ada Setgab (Sekretariat Gabungan). Tetapi karena sekarang Setgab sudah tidak ada, harga sewa kontainer turun menjadi Rp 200 juta," paparnya.
Akibatnya, harga barang tekstil impor menjadi sangat murah karena penurunan harga sewa kontainer sebesar Rp 400 juta per kontainer. "Proses pengurusan masuknya barang tersebut hingga keluar dari pelabuhan dilakukan dengan harga yang rendah tersebut. Dan disinyalir ada 29 ribu kontainer per tahun. Jumlah yang sangat besar," jelasnya.
Seorang associate professor di bidang hukum juga mengungkapkan bahwa data impor tersebut dapat terlihat dari trademap atau peta perdagangan ekspor China ke Indonesia. Dari data tersebut, terdapat perbedaan antara jumlah ekspor China ke Indonesia yang tercatat dan sebenarnya.
"Dari data itu, ekspor China ke Indonesia sebesar 6,5 juta dollar AS. Tetapi yang tercatat hanya sebesar 3,5 juta dolar AS. Ini menunjukkan adanya selisih sebesar 3 juta dolar AS yang merupakan impor ilegal yang tidak tercatat," tambahnya.
Kondisi ini menegaskan urgensi tindakan pemerintah untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari ancaman bangkrut akibat serbuan impor ilegal yang dapat merusak keberlangsungan usaha lokal.