Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sedang dilanda gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memengaruhi tidak hanya sektor tersebut, tetapi juga industri plastik. Efek domino dari PHK ini telah menyebabkan penurunan permintaan kemasan plastik, terutama di sektor peralatan rumah tangga. Menurut Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, penurunan ini disebabkan oleh dua faktor utama: daya beli dan efek cuaca. Hilangnya sumber pendapatan akibat PHK telah mengganggu daya beli masyarakat, sementara efek cuaca seperti kekeringan juga menjadi penyebab stagnasinya permintaan produk plastik hilir, seperti peralatan rumah tangga.
Fajar menjelaskan bahwa kegiatan perayaan di daerah-daerah, seperti kondangan, yang biasanya memanfaatkan kotak-kotak plastik sebagai wadah makanan, turut mengalami penurunan. Hal ini telah menjadi indikator stagnannya permintaan produk plastik di segmen houseware.
Dampaknya tidak hanya pada industri plastik, namun juga terasa pada daya beli masyarakat secara umum. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, PHK telah mengakibatkan pengurangan penghasilan bagi ribuan pekerja, yang berujung pada penurunan daya beli dan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Data KSPN mencatat bahwa sejak tahun 2020, lebih dari 56.000 pekerja di pulau Jawa menjadi korban PHK di 36 perusahaan TPT. Bahkan, sejak awal tahun 2023, lebih dari 7.200 pekerja di 8 perusahaan TPT telah terkena dampak PHK, bahkan beberapa perusahaan telah menutup operasionalnya.
Ristadi juga menyoroti serbuan produk impor yang menggerus pasar domestik, sementara industri berorientasi ekspor terkena tekanan dari penurunan permintaan di pasar global. Hal ini telah menjadi kekhawatiran bagi pelaku industri plastik, yang mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor.
Fajar menambahkan bahwa meskipun permintaan plastik di segmen houseware masih stabil, utilisasi pabrik di subsektor ini mengalami penurunan drastis. Pabrik-pabrik telah memangkas produksinya hingga 50% akibat tren penurunan ini. Perlindungan pasar domestik dari barang impor, baik legal maupun ilegal, menjadi hal yang mendesak agar dapat mencegah anjloknya utilisasi pabrik dan PHK lebih lanjut.
Upaya perlindungan yang diinginkan oleh industri plastik meliputi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor agar impor dapat dikendalikan dengan lebih baik. Perlindungan terhadap produk plastik hilir seperti kemasan, mainan anak, houseware, dan terpal juga menjadi fokus utama bagi industri ini.