Industri tekstil Indonesia, meski berada di tengah masa kampanye politik yang sedang bergulir hingga Februari 2024, belum merasakan dampak signifikan dari peningkatan pesanan. Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, meskipun ada peningkatan pesanan untuk produk tekstil seperti kaos dan jaket, pertumbuhan kinerja masih jauh di bawah ekspektasi. Kondisi Krisis yang Membebani Industri Tekstil Pada umumnya, periode politik di Indonesia memicu peningkatan permintaan pasar terhadap produk tekstil tertentu seperti kaos, jaket, dan syal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, industri ini mengalami kontraksi yang signifikan. Penurunan permintaan dan utilisasi manufaktur yang rendah menjadi sorotan utama.
Redma juga menyoroti akumulasi bahan baku di pabrik yang menumpuk akibat kehadiran barang impor ilegal yang terus membanjiri pasar. Meskipun pemerintah telah berupaya menerapkan pengawasan di sektor perbatasan untuk membatasi laju impor, masalah impor ilegal masih menjadi polemik yang sulit diselesaikan.
Tantangan Regulasi dan Penegakan Hukum
Dalam upayanya menangani masalah ini, Redma menekankan perlunya langkah lebih lanjut dalam regulasi pengawasan di perbatasan, didukung oleh penegakan hukum yang kuat. Hal ini diharapkan dapat menutup celah bagi impor ilegal yang terus mengganggu stabilitas industri tekstil Indonesia.
Menurut data yang dibagikan oleh APSyFI, perbandingan antara data impor TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dengan data ekspor TPT dari China menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan. Ekspor TPT dari China ke Indonesia mencapai US$6,5 miliar, sementara BPS mencatat impor TPT dari China hanya sebesar US$3,55 miliar. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan sebesar US$2,94 miliar atau sekitar Rp43 triliun yang tidak tercatat secara resmi oleh BPS.
Prospek dan Harapan ke Depan
Redma optimistis bahwa dengan langkah-langkah yang efektif dari pemerintah, perbaikan kondisi industri tekstil bisa terlihat dalam waktu empat bulan ke depan. Namun, hal ini sangat tergantung pada efektivitas langkah-langkah pengawasan, penegakan regulasi, serta penanganan serius terhadap masalah impor ilegal.
Industri tekstil Indonesia sedang berada pada titik kritis di mana kebijakan yang tepat dan penegakan hukum yang kuat menjadi krusial dalam menyelesaikan permasalahan yang telah lama menghantui. Dengan harapan akan langkah-langkah konkret dari pemerintah, industri ini masih mempertahankan optimisme untuk memperbaiki kinerja dan kontribusinya terhadap ekonomi nasional.