Print

Industri tekstil rajutan kembali menggeliat setelah periode sulit akibat pandemi. Ekspor berbagai produk seperti tas, syal, topi, bando, dan sarung tangan menjadi sorotan utama, dengan pasar Austria, Singapura, dan Amerika Serikat menandai tujuan utamanya. Meskipun volume ekspor belum mencapai puncaknya, langkah ini memberikan semangat baru bagi para perajin. Menandakan bahwa peluang pasar di luar negeri masih terbuka lebar. "Ini suatu anugerah bahwa ekspor telah dimulai," ujar Ni Ketut Suwarni, salah satu perajin rajutan dari Banjar Pangkung Gondang, Kelurahan Sangkar Agung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana pada Rabu (15/12).

Suwarni berbagi pengalamannya dalam mengirim produk rajutan ke Austria dan Singapura, masing-masing sebanyak 500 dan 1.000 buah. Ekspor ke Austria mencakup topi dan bando, sementara ke Singapura terdiri dari berbagai tas rajutan. "Untuk Amerika, kami baru membuat sampel," tambah Suwarni, yang juga merupakan pemilik dari usaha 'Bali Rajut'.

Sebelumnya, saat pandemi mencapai puncaknya, industri rajutan hampir lumpuh total. "Selama dua tahun, sangat sepi," ungkap Suwarni.

Di samping ekspor, Suwarni juga menjelaskan bahwa produk rajutan dipasarkan melalui berbagai event di daerah, seperti Pameran IKM Bali Bangkit di Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center) Denpasar, dan Pasar Oleh-oleh Jembrana. "Saya juga berpartisipasi dalam kedua event tersebut," tambahnya.

Suwarni menyoroti bahwa fasilitasi pameran UMKM seperti Pameran Bali Bangkit dan Pasar Oleh-oleh Jembrana telah membantu dalam memperkenalkan dan memasarkan produk rajutan Bali. "Dengan tidak langsung, ini sangat mendukung promosi dan pemasaran produk rajutan Bali, baik di pasar ekspor maupun dalam negeri," tambahnya.

Kesempatan untuk memamerkan karya rajutan tidak hanya memperluas jangkauan pasar, tetapi juga menguatkan eksistensi industri rajutan Bali. Sukses ekspor ini memberikan dorongan semangat bagi para perajin untuk terus mengembangkan karya-karya rajutan yang unik dan menarik bagi pasar global.