Print

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia masih terjebak dalam serangkaian polemik yang memicu sepi pesanan, memaksa berlanjutnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, dalam periode Januari hingga pertengahan Februari 2024, setidaknya 5.300 karyawan industri tekstil telah di-PHK. PT Sai Apparel Garmen di Semarang menyumbang sekitar 5.000 PHK, sedangkan PT Sinar Panca Jaya Tekstil Kota Semarang menyumbang sekitar 300 PHK.

Ristadi mengindikasikan bahwa penurunan pesanan terus berlanjut, memperpanjang tren pelemahan yang telah terjadi sejak tahun 2022. Hal ini terjadi meskipun ada harapan bahwa momentum politik tahun 2024 akan meningkatkan pesanan produk tekstil. Namun, realitanya, hal tersebut belum terjadi. Bahkan, sepanjang tahun 2023, tercatat setidaknya 8 perusahaan melakukan PHK massal yang berimbas pada sekitar 7.200 pekerja industri tekstil.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma G. Wirawasta, menyatakan bahwa momentum politik tahun ini dan perayaan hari besar Imlek belum memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pesanan. Faktor lain yang turut memperparah situasi adalah stok barang-barang impor yang menumpuk di pasaran. Dampaknya, banyak perusahaan yang terpaksa tutup dan melakukan PHK massal.

Redma juga menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap kondisi industri tekstil. Jika situasi ini tidak ditangani dengan serius, maka kinerja industri tekstil tahun ini diprediksi akan semakin merosot. Hal ini terbukti dengan laju pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengalami kontraksi hingga mencapai level -1,98% (year-on-year/yoy) pada tahun 2023.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, khususnya Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), mengakui bahwa pemilu minim memberikan dorongan signifikan terhadap pesanan baru untuk industri tekstil. Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Ditjen IKFT Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan, menyatakan bahwa indeks kepercayaan industri (IKI), terutama dalam sektor tekstil, masih terkontraksi.

Adie menjelaskan bahwa sebagian besar bahan baku dari industri tekstil ini digunakan untuk pesanan domestik. Harapan awalnya adalah bahwa pesta demokrasi bisa meningkatkan permintaan dan produksi. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa harapan tersebut belum terwujud.

Dengan situasi ini, dibutuhkan langkah-langkah konkret dari pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk mengatasi kondisi sepi pesanan ini. Upaya kolaboratif ini diharapkan dapat mengembalikan daya saing industri tekstil Indonesia dan melindungi ribuan pekerja yang terdampak PHK massal.

Dengan demikian, industri tekstil Indonesia dapat melangkah maju menuju pemulihan yang berkelanjutan dan meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.