Kementerian Lingkungan Hidup Prancis telah mengajukan usulan penting kepada Uni Eropa untuk melarang ekspor pakaian bekas. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya yang semakin mendesak dari pemerintah untuk mengatasi masalah limbah tekstil yang semakin memburuk. Menurut data perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa telah mengekspor 1,4 juta metrik ton tekstil bekas pada tahun 2022, jumlah yang lebih dari dua kali lipat dari volume pada tahun 2000. Laporan European Environment Agency (EEA) menunjukkan bahwa sekitar 90% limbah pakaian bekas dan tekstil dari negara-negara Eropa diekspor ke Afrika dan Asia.
Uni Eropa, seperti yang dikutip oleh Reuters, mengungkapkan keprihatinan terhadap dampak negatif dari ekspor pakaian bekas ini, terutama terhadap lingkungan di negara-negara Afrika di mana barang-barang yang tidak dapat dijual kembali sering berakhir di tempat pembuangan sampah.
Secara keseluruhan, data dari Komisi Eropa menunjukkan bahwa Eropa menghasilkan sekitar 5,2 juta ton sampah pakaian dan alas kaki setiap tahunnya. Usulan larangan ekspor pakaian bekas ini mendapat dukungan dari negara-negara lain di Uni Eropa, termasuk Swedia dan Denmark. Prancis berharap agar proposal ini akan dibahas dalam pertemuan Dewan Lingkungan Hidup di Brussel pada tanggal 25 Maret mendatang.
Menurut pernyataan resmi Kementerian Lingkungan Hidup Prancis, "Afrika tidak boleh lagi dijadikan tempat pembuangan sampah bagi industri fesyen cepat saji. Kita harus mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dan bertanggung jawab dalam mengelola limbah kita sendiri."
Langkah larangan ekspor pakaian bekas ini diharapkan akan menjadi langkah penting dalam menangani masalah serius limbah tekstil dan mendukung upaya untuk menjaga lingkungan global. Namun, tantangan implementasi dan dampak ekonomi dari keputusan tersebut tetap menjadi perhatian utama yang perlu diatasi dengan cermat dan strategis.