Print

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia, meski masih belum mengalami pemulihan yang signifikan, namun mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan pasca diberlakukannya Peraturan Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mencermati adanya peningkatan aktivitas penjualan di sektor hilir industri TPT sejak penerapan kebijakan ini. Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum APSyFI, menyatakan kebijakan ini mulai memberikan dampak positif, terutama karena bertepatan dengan awal Ramadhan.

Namun informasi yang diperoleh APSyFI menunjukkan penjualan produk TPT di sektor hulu dan intermediasi belum mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini mengakibatkan periode Ramadan tidak memberikan dampak besar terhadap kinerja tahunan industri TPT secara keseluruhan.

Menurut Redma, Peraturan Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 berdampak positif dalam mencegah impor ilegal produk TPT melalui jasa kurir dan kiriman pos. Namun aturan tersebut masih terdapat celah karena masih banyak terjadi impor ilegal melalui mekanisme impor dalam jumlah besar.

Meski demikian, produsen TPT tetap berharap pasar dalam negeri akan terus membaik dengan adanya kebijakan impor baru. Namun harapan terhadap pasar ekspor masih terbatas karena melambatnya permintaan akibat ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global, terutama di negara tujuan ekspor.

Redma menambahkan, meski terjadi PHK di industri TPT dalam negeri selama Januari-Februari, namun tren tersebut mulai mereda pada Maret. Terbitnya Peraturan Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 berpotensi meningkatkan aktivitas produksi yang pada akhirnya berdampak pada penyerapan kembali pekerja yang sebelumnya terkena PHK.

Oleh karena itu, meskipun diperlukan waktu untuk sepenuhnya memulihkan kondisi industri TPT, tindakan pemerintah telah memberikan dorongan awal bagi pemulihan sektoral. Namun, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan ini untuk memastikan pemulihan berkelanjutan bagi industri TPT Indonesia.