Print

Pada 10 Maret 2024, Kementerian Perdagangan menerapkan kebijakan pembatasan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 yang kemudian diubah menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024. Langkah ini mendapat tanggapan positif dari Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), yang melihat dampak positif terhadap industri tekstil dalam negeri, meskipun belum secara signifikan.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa meskipun belum ada peningkatan yang signifikan dalam kinerja industri TPT (tekstil dan produk tekstil), namun trennya mulai menunjukkan kecenderungan positif. Dia menambahkan bahwa kebijakan tersebut telah membawa perubahan dalam pola pesanan produk dalam negeri, terutama di sektor hilir, seperti industri kecil menengah (IKM) garmen konveksi.

Dalam proyeksinya, Redma memperkirakan bahwa peningkatan kinerja di sektor hilir dapat terjadi dalam waktu 2-3 bulan ke depan, sementara untuk sektor hulu, proyeksinya adalah 3-4 bulan ke depan. Dia juga mengungkapkan harapannya bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 5 Tahun 2024, impor akan lebih terkendali, sehingga industri TPT dapat pulih pada akhir tahun.

Meskipun kebijakan ini menuai protes dari sejumlah pihak seperti importir, peritel, pelaku jastip, dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Redma menegaskan pentingnya untuk mengikuti aturan dengan tertib. Dia meminta para importir untuk mematuhi segala ketentuan perpajakan dan izin impor, sambil mengimbau mereka untuk mendukung pemerintah dalam menggerakkan perekonomian nasional melalui optimalisasi kinerja industri padat karya.

Dengan demikian, kebijakan pembatasan impor yang diterapkan oleh pemerintah dapat menjadi dorongan positif bagi industri tekstil dalam negeri, memberikan peluang untuk meningkatkan kinerja sektor ini dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.