Print

Kasus dugaan penggunaan identitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk barang impor menimbulkan kekhawatiran di kalangan pebisnis tekstil. Hal ini menjadi sorotan setelah Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengungkapkan rencananya untuk meminta pembebasan barang-barang PMI yang tertahan di pelabuhan.

Menurut Benny Rhamdani, tindakan tersebut harus dilakukan dengan koordinasi yang harmonis antar berbagai kementerian dan lembaga terkait, mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang telah mengalami revisi dengan Pemendag Nomor 3 Tahun 2024.

Namun, tanggapan keras terhadap pemberlakuan Permendag tersebut datang dari Kepala Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta. Redma menyuarakan dugaan bahwa barang impor tersebut sebenarnya diselundupkan dengan meminjam identitas PMI.

Dalam konteks ini, pebisnis tekstil menegaskan bahwa regulasi tersebut bertujuan untuk mengembalikan fungsi industri padat karya pasca pandemi Covid-19 dan gejolak geopolitik global, bukan untuk menyalahkan para pekerja migran atas turunnya kinerja industri.

Redma menekankan bahwa sektor tekstil menghormati peran PMI sebagai penyumbang devisa bagi negara. Namun, ia menyoroti perbedaan antara PMI yang membawa barang sebagai oleh-oleh dan mereka yang memanfaatkan identitas tersebut untuk tujuan komersial.

Dalam pandangan Redma, kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan pasar domestik sebagai solusi untuk menjaga industri manufaktur dalam negeri merupakan langkah yang tepat, terutama dalam menghadapi tantangan global saat ini. Namun, ia juga mengakui bahwa kebijakan ini dapat merugikan importir, khususnya mereka yang beroperasi secara ilegal.

Selaras dengan APSyFI, Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menilai bahwa regulasi seperti Permendag 36 tahun 2023 telah memberikan dorongan yang positif bagi industri kecil menengah, termasuk industri konveksi. Regulasi ini diharapkan dapat menghentikan tren PHK di sektor tekstil dan mendorong konsumsi produk dalam negeri.

Pentingnya pasar domestik juga disuarakan oleh banyak pihak, termasuk Presiden Jokowi dan para menteri dalam koordinasi Kemenko Perekonomian. Mereka menggarisbawahi perlunya menjaga pasar domestik dari banjir barang impor demi menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan industri dalam negeri.

Dengan implementasi yang tepat, regulasi tersebut diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan pasar domestik dan kepentingan industri, sambil tetap menghargai peran penting PMI dalam perekonomian nasional.