Print

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia merasakan dampak positif setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan untuk mengatur dan membatasi impor barang. Keputusan ini, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2024 tentang Perubahan Permendag No 3/2024 tentang Kebijakan Pengaturan Impor, telah memberikan angin segar bagi para pengusaha TPT. Pengusaha TPT menyambut baik kebijakan tersebut, yang diikuti dengan rilis aturan teknis oleh kementerian terkait, seperti Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 5/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki.

Menurut Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, kebijakan ini sangat tepat untuk mendorong produksi, terutama di sektor industri kecil menengah. "Regulasi ini sudah sejak lama diperjuangkan untuk menghentikan tren pemutusan hubungan kerja di sektor tekstil," ujarnya.

Sejak diberlakukannya pengaturan impor, IKM konveksi melaporkan peningkatan pesanan dari brand lokal, retailer, hingga platform online. Kapasitas produksi mereka sudah penuh hingga dua bulan ke depan, dan pasca Lebaran, mereka telah memanggil kembali para pekerja yang sebelumnya dirumahkan.

Dalam konteks ini, Nandi menekankan pentingnya kelanjutan kebijakan ini untuk menjaga kelangsungan sektor TPT agar dapat beroperasi normal. Pasar domestik menjadi kunci bagi Indonesia, terutama di tengah gejolak ekonomi global saat ini.

Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengembalikan peran industri padat karya dalam menyerap tenaga kerja pasca pandemi Covid-19, yang kemudian diikuti oleh gejolak geopolitik dunia. Dia menegaskan bahwa tidak ada tuduhan kepada pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai penyebab turunnya kinerja industri TPT.

"Sektor TPT menghasilkan devisa sebesar US$13 miliar. Kami sangat menghormati PMI sebagai pahlawan devisa," ujarnya. Namun, dia menambahkan bahwa pasar domestik menjadi fokus utama sektor manufaktur untuk menjaga stabilitas tenaga kerja dan menghemat devisa.

Keputusan pemerintah ini juga dianggap merugikan importir ilegal, yang selama ini mengimpor tanpa izin dan membayar pajak. Redma menyoroti bahwa kebijakan ini mungkin akan menimbulkan resistensi dari pihak-pihak tertentu yang terbiasa dengan praktik ilegal tersebut.

Dengan segala dinamika dan manfaat yang dihasilkan, kebijakan pengaturan impor ini menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat industri TPT di Indonesia. Diharapkan, langkah ini akan terus didukung dan diperkuat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan para pelaku industri di masa mendatang.