Print

Musim lebaran tahun ini menyisakan catatan pahit bagi industri ritel pakaian di Indonesia. Target omzet yang tidak tercapai menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pelaku industri. Namun, sebuah pernyataan menarik datang dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), yang menegaskan bahwa larangan dan pembatasan impor (lartas) tidak seharusnya disalahkan atas ketidakcapaian tersebut.

Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, menyoroti argumen bahwa Permendag 36/2023 jo. 3/2024, yang mengatur larangan dan pembatasan impor, tidak bisa dijadikan kambing hitam. Menurutnya, kebijakan tersebut baru diberlakukan pada 10 Maret 2024, sedangkan rencana importasi telah disusun dengan matang sebelumnya. "Menyalahkan kebijakan lartas impor sebagai penyebab utama ketidakcapaian target omzet tidaklah masuk akal," ungkap Jemmy.

Lebih lanjut, Jemmy menegaskan bahwa aturan lartas impor sebenarnya mendukung upaya peningkatan utilisasi produksi tekstil dalam negeri, yang saat ini masih stagnan di level 55%. Dia menyoroti daya saing industri pakaian yang masih lemah akibat pasokan impor yang berlebihan dari China. Oversupply tersebut, menurutnya, disebabkan oleh kondisi industri China yang tertekan akibat kebijakan De-Risking dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang membuat pasar ekspor semakin ketat.

Namun, bukan hanya faktor internal yang menjadi penentu dalam ketidakcapaian target omzet ritel. Polemik geopolitik di Timur Tengah turut memengaruhi kondisi ekonomi global, terutama melalui penguatan nilai tukar dolar AS. Akibatnya, daya beli masyarakat Indonesia terpukul karena melemahnya mata uang domestik. "Kondisi ini semakin memberi tekanan bagi industri TPT nasional," tambahnya.

Sebelumnya, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) juga telah mengungkapkan bahwa stok barang yang kosong menjadi penyebab utama ketidakcapaian target omzet selama libur Lebaran 2024. Namun, dalam hal ini, Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Hippindo, tidak secara langsung menyalahkan kebijakan lartas impor, melainkan lebih fokus pada masalah ketersediaan barang.

Secara keseluruhan, kondisi ketidakcapaian target omzet ritel pakaian pada musim lebaran tahun ini adalah hasil dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Meskipun kebijakan lartas impor mungkin memiliki dampak, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya alasan. Perlunya sinergi antara pelaku industri, pemerintah, dan stakeholder terkait untuk mencari solusi yang lebih holistik dalam menghadapi tantangan ini.