Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyoroti dampak negatif dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag No. 36 Tahun 2023 mengenai Kebijakan dan Pengaturan Impor. Menurut APSyFI, perubahan ini berpotensi merugikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Salah satu poin krusial dari revisi ini adalah penghapusan kewajiban importir untuk memperoleh pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pertek tersebut sebelumnya bertujuan melindungi industri dalam negeri dengan memastikan bahwa impor tidak merugikan keberlangsungan produsen lokal. Dengan revisi ini, perizinan impor bisa dikeluarkan tanpa mempertimbangkan kondisi industri domestik.
Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum APSyFI, menyatakan bahwa perubahan ini disebabkan oleh banyaknya protes dari perusahaan pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U) dan Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) yang enggan diverifikasi. Verifikasi ini penting bagi Kemenperin untuk menentukan kuota impor dengan mempertimbangkan kondisi produsen bahan baku lokal. Redma mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika semua kebutuhan diimpor, maka seluruh pabrik serat, kain, dan benang di Indonesia akan tutup.
Selain itu, revisi Permendag 36/2023 yang awalnya bertujuan untuk mengatur barang bawaan dan barang kiriman penumpang guna mencegah praktik kecurangan, kini justru membuka kembali impor melalui barang bawaan dan barang kiriman. Hal ini menurut Redma akan meningkatkan potensi negosiasi ilegal antara oknum Bea Cukai dan penumpang yang membawa barang tekstil.
Lebih lanjut, revisi terbaru ini membuka kemungkinan impor produk TPT jadi yang dilakukan oleh peritel. Jika impor produk jadi ini diizinkan, seluruh rantai pasok industri TPT hulu akan terganggu akibat penurunan permintaan bahan baku dalam negeri. Situasi ini menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan pengendalian impor, terutama mengingat pernyataan Kementerian Perdagangan pada Oktober 2023 yang atas perintah Presiden Joko Widodo, menegaskan akan ada peraturan pengendalian impor.
Permendag 36/2023 yang berlaku sejak 10 Maret 2024, hanya bertahan dua bulan sebelum direvisi kembali. Inkonsistensi ini menurut APSyFI, menciptakan ketidakpastian bagi investor di sektor TPT. Akibatnya, banyak industri TPT enggan meningkatkan kapasitas produksi mereka, dengan rata-rata tingkat utilisasi yang hanya mencapai 45%.
Kesimpulannya, revisi Permendag 36/2023 dipandang APSyFI sebagai kebijakan yang merugikan industri tekstil nasional. Kebijakan yang tidak konsisten ini mengancam keberlangsungan produsen lokal dan menurunkan minat investasi di sektor TPT, yang akhirnya berdampak pada penurunan utilisasi industri dan berpotensi menutup banyak pabrik tekstil di Indonesia.