Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus berlanjut dan tidak menunjukkan tanda-tanda mereda sejak pandemi Covid-19. Berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), di pusat-pusat industri TPT yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, total PHK yang terjadi sejak awal tahun hingga akhir 2023 mencapai 7.200 tenaga kerja.
Pada periode Januari hingga Mei 2024, jumlah PHK di industri TPT bertambah sekitar 3.600 tenaga kerja, sehingga totalnya menjadi sekitar 10.800 tenaga kerja yang terkena PHK. Penambahan signifikan dalam lima bulan pertama tahun ini menunjukkan adanya permasalahan yang serius di sektor ini.
Penyebab Maraknya PHK di Industri TPT
Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menyebutkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan maraknya PHK ini adalah derasnya produk impor yang masuk ke Indonesia. "Ini menunjukkan runtuhnya industri TPT yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Jika runtuhnya industri TPT tidak segera ditangani, industri TPT tidak akan mampu berkontribusi dalam menyerap bonus demografi Indonesia pada tahun 2030," ujar Jemmy pada Kamis (6/6).
Dampak Luas PHK di Industri TPT
PHK yang terus terjadi di industri TPT memiliki dampak yang sangat luas bagi perekonomian dan sosial masyarakat Indonesia. Dampak pertama yang terlihat adalah peningkatan angka pengangguran. Dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan, tingkat pengangguran di Indonesia berpotensi meningkat secara signifikan.
Selain itu, dampak sosial dari PHK ini juga tidak bisa diabaikan. Semakin banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Ketika pengangguran dan kemiskinan meningkat, masalah sosial lain seperti kriminalitas juga cenderung meningkat. Ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi oleh pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait.
Upaya Penanganan
Menanggapi situasi ini, diperlukan upaya serius dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh industri TPT. Dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah, seperti perlindungan terhadap industri dalam negeri dan pengendalian impor, sangat diperlukan untuk membantu industri TPT bangkit kembali. Selain itu, perlu ada program pelatihan dan peningkatan keterampilan bagi tenaga kerja yang terkena PHK, agar mereka dapat beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Secara keseluruhan, PHK di industri tekstil dan produk tekstil tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial yang kompleks. Oleh karena itu, upaya penanganan yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan stabilitas ekonomi dan sosial di Indonesia.