Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sedang menghadapi tantangan besar. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi tahun ini mengalami peningkatan drastis, terutama di lini industri antara yang memproduksi kain dari bahan baku setengah jadi. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) melaporkan bahwa hingga Mei 2024, hampir 11.000 pekerja di sektor ini telah terkena PHK.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, menjelaskan bahwa jumlah PHK di industri TPT naik sebesar 66,67% secara year on year (yoy) pada kuartal pertama 2024. Dari Januari hingga Mei 2024, tercatat sekitar 10.800 tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Utilisasi pabrik tekstil di Indonesia saat ini bahkan tidak mencapai 50%, dan banyak pabrik yang harus menutup usahanya.
Jemmy juga mengungkapkan bahwa ketergantungan pada bahan baku impor masih tinggi. Pada tahun 2023, impor produk kain mencapai 39,64%, sementara produk serat mencapai 32,40%. Hal ini terjadi meskipun industri dalam negeri sebenarnya mampu memproduksi bahan baku tersebut. Basis industri TPT terbesar di Indonesia terletak di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, di mana sekitar 7.200 pekerja terkena PHK pada akhir tahun lalu.
Ancaman di Hilir Industri Tekstil
Selain di sektor intermediate, ancaman PHK juga mengintai industri tekstil pakaian jadi. Jemmy mengindikasikan bahwa sektor hilir atau yang memproduksi produk jadi dan pakaian jadi mungkin juga akan menghadapi PHK. Hal ini disebabkan oleh praktik undervalue pada catatan perdagangan kode harmonized system (HS), yang merugikan industri dalam negeri. Misalnya, perdagangan antara Indonesia dan China menunjukkan selisih nilai yang signifikan pada kode HS 61, 62, dan 63, yang mencakup pakaian jadi dan produk jadi lainnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi, juga mengonfirmasi bahwa hingga 8 Mei 2024, akumulasi pekerja yang menjadi korban PHK di sektor TPT mencapai 10.800 orang. Menurunnya pesanan, baik untuk ekspor maupun pasar lokal, menjadi penyebab utama PHK ini. Produk tekstil dalam negeri sulit bersaing dengan harga produk impor, terutama dari China, yang menyebabkan banyak produk lokal tidak laku di pasaran.
Industri TPT di Indonesia saat ini berada di bawah tekanan besar. Tantangan-tantangan ini memerlukan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan untuk menemukan solusi yang dapat membantu industri bertahan dan pulih dari kondisi sulit ini.