Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja baru-baru ini mengungkapkan bahwa pasar tekstil dunia saat ini tengah dibanjiri oleh pasokan yang melimpah. Kondisi ini disebabkan oleh daya beli masyarakat global yang belum sepenuhnya pulih akibat situasi ekonomi global yang masih tidak stabil. "Ini mengakibatkan dunia kelebihan supply termasuk China sebagai negara produsen (Tekstil dan Produk Tekstil) TPT terbesar dunia," jelas Jemmy pada Sabtu (15/6).
Tidak hanya China, kelebihan pasokan TPT juga melanda negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang lemah dalam menerapkan trade barrier. Jemmy menyoroti bahwa regulasi pemerintah juga berkontribusi besar terhadap industri tekstil dan kelebihan pasokan yang menumpuk di dalam negeri.
Dampak Permendag 8 Tahun 2024
Jemmy menggarisbawahi bahwa terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 8 tahun 2024 memiliki dampak signifikan. "Dengan terbitnya Permendag 8 tahun 2024 yang inti utamanya dicabutnya pertimbangan teknis untuk pakaian jadi, ini mengakibatkan mudah dan membanjirnya pakaian jadi impor," katanya.
Akibat regulasi ini, pasar produk pakaian jadi Indonesia mulai diserbu oleh produk impor. Hal ini berdampak negatif pada industri kecil dan menengah (IKM) Indonesia yang kehilangan pangsa pasar, serta berimbas pada industri hulu. Pada akhirnya, kondisi ini memicu meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Geopolitik dan Biaya Pengapalan
Selain itu, Jemmy juga menyebut bahwa biaya pengapalan naik hingga lima kali lipat akibat ketidakstabilan geopolitik. Konflik Israel-Palestina memengaruhi jalur pelayaran sehingga rute harus memutar lebih jauh, yang berkontribusi pada meningkatnya biaya logistik.
Solusi dan Harapan
Untuk mengatasi masalah ini, Jemmy mengusulkan beberapa langkah. Pertama, pemerintah perlu mengkaji ulang regulasi yang mempermudah masuknya produk impor dan memperkuat trade barrier. Kedua, perlu ada upaya untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dalam negeri melalui inovasi dan peningkatan kualitas produk.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan industri tekstil Indonesia dapat bangkit kembali dan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional, serta mengurangi dampak negatif dari kebijakan dan kondisi geopolitik yang ada.