Penurunan Impor Tekstil pada 2023 Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor tekstil dan barang tekstil ke Indonesia sepanjang tahun 2023 mencapai 1,96 juta ton. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 9,1% dibandingkan dengan tahun 2022 (year-on-year/yoy). Sejalan dengan penurunan volume, nilai impor tekstil juga mengalami penurunan signifikan sebesar 17,6% (yoy), menjadi US$8,34 miliar.
Kategori Barang Impor
Data tersebut mencakup barang-barang dalam kategori XI, yang meliputi tekstil dan produk tekstil dengan kode harmonized system (HS) 50 hingga 63. Kategori ini mencakup berbagai komoditas seperti sutra, wol, kapas, serat tekstil, filamen, serat stapel, kain tenun, kain rajutan, karpet, pakaian rajutan dan aksesorinya, pakaian non-rajutan dan aksesorinya, serta berbagai produk tekstil lainnya termasuk pakaian bekas.
Fluktuasi Impor Selama Sedekade Terakhir
Selama sepuluh tahun terakhir, volume impor tekstil dan produk tekstil yang masuk ke Indonesia berfluktuasi antara 1,8 juta ton hingga 2,5 juta ton per tahun. Fluktuasi ini menunjukkan dinamika perdagangan tekstil yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kebijakan pemerintah dan kondisi pasar global.
Tuntutan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)
Menghadapi kondisi ini, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mencabut aturan yang mempermudah impor tekstil, khususnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Menurut API, aturan tersebut telah menghapus syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk beberapa produk, sehingga impor tekstil menjadi lebih bebas.
Wakil Ketua API, David Leonardi, menjelaskan bahwa sebelum penghapusan pertek, setiap impor pakaian jadi yang tanpa merek dan bukan berbahasa Indonesia tidak dapat masuk ke Indonesia. "Kalau dibiarkan, industri tekstil lokal akan gulung tikar. Negara kita akan jadi negara pedagang, bukan produsen," ujarnya pada Senin, 17 Juni 2024.
Dampak Kebijakan pada Industri Lokal
API menilai bahwa kebijakan ini akan berdampak negatif pada industri tekstil lokal. Tanpa perlindungan yang memadai, produsen lokal akan kesulitan bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Hal ini berpotensi membuat banyak industri tekstil lokal bangkrut, mengubah Indonesia dari negara produsen menjadi negara pedagang yang lebih mengandalkan produk impor daripada produksi dalam negeri.
Dengan situasi ini, API berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih bijak dalam mengatur impor tekstil untuk melindungi industri lokal dan memastikan keberlanjutan sektor manufaktur dalam negeri.