Print

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah pabrik sepanjang tahun ini menjadi tanda bahwa sektor ini menghadapi tantangan besar. Hal ini disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi.

Tantangan Besar dari Impor
Ristadi menegaskan bahwa kondisi darurat ini terutama dirasakan oleh pabrik-pabrik yang berorientasi pada pasar lokal. Pasar domestik Indonesia terus dibanjiri oleh barang-barang impor, termasuk sandang, tekstil, dan alas kaki. "Pasar domestik ini terus-terusan semakin masif (dengan) barang-barang impor. Sandang, tekstil, alas kaki itu dari luar terus membanjiri pasar domestik kita," ujarnya kepada Beritasatu pada Minggu, 23 Juni 2024.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024
Masalah ini diperparah dengan adanya Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang melonggarkan peraturan impor terhadap tujuh kelompok barang, termasuk elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesorisnya, serta tas dan katup. Relaksasi perizinan impor ini menggantikan aturan sebelumnya dalam Permendag 36/2023.

"Kalau ini dibiarkan, Permendag Nomor 8 melonggarkan lagi, maka cepat atau lambat industri-industri tekstil dalam negeri nggak akan kuat bersaing dengan barang-barang atau industri tekstil dari luar negeri. Karena harga mereka lebih murah," kata Ristadi.

Perlunya Pembatasan Impor
Menurut Ristadi, untuk mengutamakan kemandirian penyediaan sandang, pemerintah perlu melakukan pembatasan impor. Teknologi dan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia sudah sangat mampu memproduksi barang-barang ini. "Yang kita belum mampu produksi, yang belum ada misalkan bahan bakunya, bahan bakunya kan banyak yang mungkin masih tergantung impor, enggak apa-apa kalau soal bahan baku," ujarnya.

Namun, jika impor memang harus dilakukan karena adanya perjanjian atau kesepakatan dengan negara tertentu, Ristadi menyarankan agar barang impor dijual dengan harga yang lebih mahal dari barang lokal. "Jangan sampai lebih murah, kalau kemudian harganya lebih murah ya sudah barang-barang lokal tidak akan laku," terang Ristadi.

Dampak Sosial dan Ekonomi
Kondisi darurat di industri TPT ini tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial. Gelombang PHK yang terjadi di berbagai pabrik menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Banyak pekerja kehilangan pekerjaan, yang berdampak langsung pada kesejahteraan mereka dan keluarga.

Industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar akibat lonjakan barang impor yang membanjiri pasar domestik. Kebijakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang melonggarkan aturan impor semakin memperburuk situasi. Pemerintah perlu mempertimbangkan pembatasan impor dan memastikan barang impor tidak lebih murah dari produk lokal untuk melindungi industri dalam negeri. Tanpa langkah-langkah perlindungan yang tepat, industri TPT Indonesia akan semakin terpuruk, mengancam stabilitas ekonomi dan kesejahteraan pekerja.