PT Primissima (Persero), sebuah perusahaan tekstil BUMN yang didirikan pada tahun 1971, saat ini menghadapi krisis keuangan yang serius. Direktur Utama PT Primissima, Usmansyah, menjelaskan berbagai faktor yang menyebabkan krisis ini, yang akhirnya berdampak pada dirumahkannya ratusan pekerja sejak bulan lalu.
Sejarah Kejayaan dan Kesulitan Modal
Perusahaan ini pernah mencapai puncak kejayaannya sebelum mengalami kesulitan modal kerja pada tahun 2011. Masalah ini memuncak dua tahun kemudian, pada 2013, akibat keputusan yang kurang tepat dalam menjalankan salah satu lini usaha, yakni pemintalan benang (spinning). Pada tahun 2001, perusahaan mengadakan bahan baku dan mesin melalui skema pinjaman dari Bank Mandiri. Bahan baku berupa kapas diimpor dan manajemen membuat kontrak jangka panjang untuk menjaga harga. Namun, harga kapas tiba-tiba jatuh dalam tiga bulan, sedangkan perusahaan sudah terikat kontrak jangka panjang dengan harga tinggi.
Pengeluaran Besar untuk Pensiun dan Dampaknya
Selain itu, pada periode 2011-2013, banyak karyawan pertama perusahaan memasuki masa pensiun, sehingga perusahaan mengeluarkan sekitar Rp40 miliar untuk tunjangan pensiun. Hal ini memperburuk arus kas perusahaan dan menambah kesulitan modal kerja. Meski pasar tidak bermasalah dan pesanan banyak, perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan karena keterbatasan operasional.
Struktur Pembiayaan dan Operasional yang Terbatas
Akibat kesulitan modal, PT Primissima hanya bisa bekerja berdasarkan pesanan alias work order (WO) selama beberapa tahun terakhir. Namun, pendapatan dari WO tidak cukup untuk menutupi biaya operasional dan gaji karyawan. Usmansyah mengungkapkan bahwa pendapatan dari WO sekitar Rp1,2 miliar per bulan, sedangkan kebutuhan untuk gaji dan biaya lainnya lebih dari Rp2 miliar.
Kebijakan Merumahkan Karyawan
Pada 1 Juni 2024, PT Primissima mengambil keputusan untuk meliburkan seluruh karyawan karena tidak mampu membayar gaji. Sejak 12 Juni 2024, seluruh karyawan dirumahkan kecuali satpam, dengan tetap menerima 25 persen dari total gaji sebagai hutang yang akan dilunasi ketika perusahaan memiliki dana.
Upaya Penyelesaian dan Harapan Ke Depan
Saat ini, pemerintah melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sedang berupaya memulihkan PT Primissima. Restrukturisasi aset dan efisiensi operasional sedang dilakukan agar pinjaman modal kerja bisa dijamin dan dikembalikan. Usmansyah berharap dana talangan sekitar Rp2,4 miliar untuk belanja bahan baku dan membayar gaji pegawai, serta Rp550 juta untuk mereparasi mesin-mesin tua yang rusak, bisa segera dicairkan.
Namun, karena program efisiensi, tidak semua karyawan bisa dipekerjakan kembali. Meski demikian, ada harapan bahwa hutang-hutang lama akan mulai dicicil pembayarannya setelah operasional berjalan kembali.
Kondisi Buruh dan Tindakan Lanjutan
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) DIY melaporkan bahwa sekitar 500 karyawan bagian produksi telah dirumahkan sejak 1 Juni 2024, dengan operasional perusahaan berhenti total. Karyawan tersebut juga tidak menerima gaji sepeser pun selama dirumahkan, termasuk gaji Mei dan Juni 2024 serta asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan yang belum dibayarkan. Selain itu, 15 pekerja lainnya telah di-PHK pada November 2023 dan baru menerima 30 persen dari total pesangon mereka.
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman menyebut bahwa gejala-gejala perusahaan tidak sehat sudah terlihat sejak lama, dan semakin parah dalam tiga tahun terakhir. Upaya pemulihan diharapkan dapat segera membuahkan hasil agar perusahaan dapat bangkit kembali dan karyawan mendapatkan hak-haknya.