Print

Industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi tantangan besar akibat serbuan barang impor. Anggota Komisi VII DPR Hendrik Halomoan Sitompul mengingatkan pemerintah untuk segera menyelamatkan sektor ini. Banyak industri tekstil lokal yang terpaksa gulung tikar, mengakibatkan ribuan pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut Hendrik, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) harus bersinergi dan duduk bersama dengan para pelaku industri untuk mencari solusi. Ia menyoroti bahwa beberapa kementerian terlihat berlomba-lomba memasukkan barang impor dengan alasan untuk meningkatkan pemasukan negara.

"Kami sangat berempati dengan kondisi industri tekstil saat ini. Banyak yang tutup dan akhirnya tenaga kerja menjadi korban," ujar Hendrik di Jakarta. Ia juga menekankan bahwa tingkat penyelundupan tekstil di Indonesia sangat tinggi, terutama melalui banyaknya pelabuhan yang menjadi pintu masuk barang-barang tekstil, baik resmi maupun ilegal.

Hendrik menegaskan bahwa Bea Cukai, yang berada di bawah Kemenkeu, memegang peran penting dalam hal ini. "Apa pun regulasi yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan, kalau Bea Cukai tidak bisa menjalankannya dengan baik, upaya ini akan sia-sia," katanya. Ia khawatir bahwa banjir produk impor tekstil ini disebabkan oleh kebijakan yang tidak selaras di antara ketiga kementerian tersebut.

Ia juga mengingatkan bahwa regulasi seharusnya mampu menjaga keseimbangan antara barang impor yang masuk dan kepentingan industri dalam negeri. Ketiga kementerian tersebut diminta untuk bekerja sama dengan baik dan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk para pengusaha tekstil.

"Kita tidak bisa mengurus industri ini sendiri-sendiri. Jika ketiga stakeholder ini tidak duduk bersama, saya tidak berharap banyak industri Indonesia bisa maju," tegasnya. Hendrik juga berharap pemerintah mau mendengar masukan dari para pelaku usaha tekstil di dalam negeri. Banjir barang tekstil impor ini, menurutnya, berujung pada PHK dan kebangkrutan pelaku usaha akibat kebuntuan komunikasi antara stakeholder.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Andi Ridwan Wittiri menyoroti pesatnya pertumbuhan industri tekstil dan otomotif di China yang didukung penuh oleh pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UMKM) oleh pemerintah mereka. Ia berharap Indonesia bisa meniru model ini untuk mengakomodir pelaku UMKM, sekaligus mencegah terjadinya pemalsuan produk.

"Di China, pelaku UMKM diberdayakan oleh pemerintah. Produk-produk yang masuk dari China bisa bersaing dengan produksi kita sendiri jika kita mengakomodir UMKM," ujarnya.

Fraksi Demokrat berkomitmen untuk mengawal dan melindungi industri dalam negeri agar tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. "Kita tidak boleh membiarkan kondisi ini terus berlanjut. Saya sangat prihatin dengan tenaga kerja kita. Jangan sampai upaya meningkatkan pendapatan negara justru membuat industri kita merosot," pungkas Hendrik.