Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mengalami perubahan drastis dalam beberapa dekade terakhir. Indonesia, yang sebelumnya menjadi pemasok bahan baku tekstil bagi China, kini justru berbalik menjadi sangat bergantung pada produk tekstil dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Transformasi ini menunjukkan bagaimana industri TPT China berkembang pesat, meninggalkan industri TPT Indonesia yang semakin tertinggal.
Menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian, Adie Rochmanto, kapasitas produksi tekstil China kini mencapai sepuluh kali lipat dari kapasitas Indonesia. "Yang tadinya China misalnya bahan baku dulu mengimpor dari kita, tapi sekarang dengan kapasitasnya 10 kali lebih besar dari kita, sekarang kebalik, kita tergantung betul dengan mereka," ujar Adie dalam Diskusi Publik Indef yang berlangsung pada 8 Agustus 2024.
Ketergantungan Indonesia pada produk tekstil China ini menjadi semakin jelas seiring dengan peningkatan investasi asing di sektor hilir tekstil di Indonesia. Meskipun ada kabar tentang pembangunan fasilitas manufaktur garmen oleh investor asing di Indonesia, investasi ini lebih banyak berfokus pada industri hilir atau garmen, bukan pada sektor hulu yang sebenarnya lebih mendesak untuk dikembangkan.
Adie menegaskan pentingnya mendorong investasi di sektor hulu tekstil Indonesia, terutama untuk menghidupkan kembali industri nasional yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku seperti benang dan serat filamen. Dengan memperkuat sektor hulu ini, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku dari China dan memperkuat posisi industrinya di pasar domestik.
Selain investasi, pengamanan dan optimalisasi pasar domestik juga menjadi kunci penting dalam memperkuat industri TPT nasional. Pasar dalam negeri memiliki pangsa yang lebih besar dibandingkan pasar ekspor, dengan potensi pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri masih didominasi oleh industri domestik sebesar 70%. Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa di sektor hulu tekstil, market share domestik mencapai 62,4%, sementara ekspor hanya sebesar 37,6%. Pada industri antara, pangsa pasar domestik mencapai 86,67%, sedangkan ekspor hanya 13,33%. Di sektor hilir, market share domestik berada di angka 82%, dengan ekspor sebesar 15%.
Adie menekankan bahwa jika pasar dalam negeri terganggu, hal ini akan berdampak negatif pada kinerja industri TPT secara keseluruhan. Oleh karena itu, selain mendorong investasi di sektor hulu, menjaga stabilitas pasar dalam negeri juga menjadi faktor krusial dalam upaya mengurangi ketergantungan Indonesia pada produk tekstil impor, terutama dari China.