Print

Pemerintah Indonesia terus berupaya melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dari tekanan impor, terutama dari negara-negara seperti Tiongkok. Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah telah menerapkan serangkaian kebijakan trade remedies, termasuk pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan ini disusun dengan cermat untuk menjaga daya saing industri tekstil dalam negeri. Salah satu langkah terbaru adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2022 tentang Pengenaan BMTP terhadap Impor Produk Kain dan PMK Nomor 49/2024 tentang Pengenaan BMTP terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lainnya. Kedua aturan ini memperpanjang pengenaan BMTP selama tiga tahun ke depan.

Febrio menjelaskan bahwa kebijakan trade remedies ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi industri nasional tetapi juga disusun dengan mempertimbangkan keselarasan rantai industri dan arah pengembangan industri nasional. "Melalui sinergi kebijakan pemerintah dan peran aktif dari para pemangku kepentingan, industri tekstil nasional diharapkan mampu menjadi industri yang tangguh dan berdaya saing, meningkatkan lapangan kerja, serta pada akhirnya memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional," ujarnya.

Dalam menyusun kebijakan ini, pemerintah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Selain itu, asosiasi, pelaku usaha, dan perwakilan negara mitra dagang juga diajak berdiskusi untuk memastikan kebijakan ini sesuai dengan aturan trade remedies yang diatur oleh World Trade Organization (WTO).

Tantangan dan Upaya Pemerintah

Industri TPT Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius, terutama karena meningkatnya impor produk tekstil dari Tiongkok. Penurunan kinerja industri ini menjadi perhatian utama pemerintah, mengingat industri TPT merupakan salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja.

Febrio mengakui bahwa impor yang terus meningkat telah memberikan tekanan besar pada industri dalam negeri, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kinerja fundamental industri TPT. Selain kebijakan BMTP dan BMAD, pemerintah juga mendorong transformasi industri tekstil nasional dengan memanfaatkan rantai pasok global, menciptakan nilai tambah, dan meningkatkan daya saing melalui berbagai kebijakan insentif fiskal, seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Super Tax Deduction untuk vokasi dan penelitian, serta pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Berikat.

Kebijakan Trade Remedies yang Berlaku

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011, BMTP dan BMAD dikenakan pada produk impor untuk memulihkan atau mencegah ancaman kerugian serius yang dihadapi industri dalam negeri akibat lonjakan impor atau praktik dumping. Beberapa kebijakan trade remedies yang saat ini berlaku antara lain:

PMK Nomor 176/PMK.010/2022: Pengenaan BMAD atas impor produk Serat Pakaian (Polyester Staple Fiber), berlaku hingga Desember 2027.
PMK Nomor 46/PMK.101/2023: Pengenaan BMTP atas impor produk Benang dari Serat Stapel Sintetik dan Artifisial, berlaku hingga Mei 2026.
PMK Nomor 45/PMK.010/2023: Pengenaan BMTP atas impor Tirai, Kerai Dalam, Kelambu Tempat Tidur, dan Barang Perabot Lainnya, berlaku hingga Mei 2026.
PMK Nomor 142/PMK.010/2021: Pengenaan BMTP atas impor produk Pakaian dan Aksesori pakaian, berlaku hingga November 2024.
Dengan penerapan kebijakan-kebijakan ini, pemerintah berharap industri tekstil nasional dapat bertahan dan tumbuh di tengah persaingan global, sekaligus melindungi lapangan kerja dan memperkuat ekonomi domestik.