Print

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wiraswasta, mengkritik penetapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk kain melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024, yang dianggapnya terlambat dan mencerminkan buruknya kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurut Redma, penetapan PMK ini sudah sangat tertunda, hampir dua tahun setelah rekomendasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang diajukan pada tahun 2022.

Redma menilai bahwa keputusan ini menunjukkan kegagalan Kemenkeu dalam merespons secara efektif masalah yang dihadapi industri tekstil lokal. "Ini menunjukkan buruknya kinerja Kemenkeu yang tidak mau mendengarkan kementerian teknis dan merasa bisa jumawa memiliki kewenangan," ujarnya. Meskipun tarif yang ditetapkan dalam PMK No. 48/2024 adalah hasil penyesuaian yang adil berdasarkan rekomendasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), pelaksanaan kebijakan ini di lapangan menjadi kunci keberhasilannya.

PMK No. 48/2024, yang mulai berlaku pada 9 Agustus 2024 dan akan berlaku selama tiga tahun, menetapkan tarif tambahan untuk kain impor dari China, Hong Kong, dan Korea Selatan, serta lima jenis kain impor dari 124 negara lainnya. Kebijakan ini merupakan langkah pemerintah untuk melindungi industri tekstil lokal dari dampak barang-barang murah yang membanjiri pasar, terutama produk-produk dari China.

Tarif tertinggi untuk kain impor diatur sebesar Rp10.261 per meter pada tahun pertama, menurun dari tarif maksimum sebelumnya yang sebesar Rp10.635 per meter. Sedangkan untuk karpet impor, tarif bea diatur sebesar Rp74.461 per meter persegi pada tahun pertama, turun dari tarif lama sebesar Rp85.679 per meter persegi. Tarif untuk kedua kategori produk ini akan mengalami penurunan lebih lanjut pada tahun-tahun berikutnya.

Pemerintah Indonesia juga tengah menyelidiki kemungkinan penerapan tarif tambahan untuk produk impor lainnya. Namun, Redma memperingatkan bahwa jika Bea Cukai dan Kemenkeu tidak efektif dalam menegakkan kebijakan ini, PMK No. 48/2024 mungkin tidak akan mencapai tujuan perlindungan industri lokal yang diharapkan. "Jangan sampai PMK ini dipencundangi sendiri oleh Kemenkeu melalui kinerja buruk Bea Cukai," tegasnya.

Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi industri tekstil domestik, yang sebelumnya mengalami kesulitan akibat banjirnya produk kain murah dari luar negeri.