Print

Industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi krisis yang semakin parah. Berdasarkan laporan Rakyat Merdeka pada Sabtu, 15 Juni 2024, permintaan yang sepi dan derasnya produk tekstil impor telah memaksa banyak pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Serikat pekerja mencatat bahwa lebih dari 13.800 pekerja di sektor ini telah terkena PHK sepanjang tahun 2024. Bahkan, salah satu perusahaan tekstil di Pekalongan, Jawa Tengah, telah menutup operasinya pada bulan Juni, mengakibatkan 700 pekerja kehilangan pekerjaan.

Kondisi ini perlu diwaspadai, terutama karena industri tekstil merupakan penopang ekonomi di beberapa provinsi besar seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu pilar utama perekonomian di kedua provinsi tersebut, yang juga merupakan rumah bagi sepertiga penduduk Indonesia dan lebih dari 7 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Krisis ini bukanlah hal baru. Putinda (2020) mencatat bahwa industri TPT telah melambat sejak pandemi COVID-19 melanda. Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang merupakan pusat industri TPT, merasakan dampaknya secara signifikan. Sebagai dua dari empat provinsi penentu ekonomi nasional, kondisi ini memberikan sinyal kuat akan perlunya kewaspadaan terhadap perekonomian nasional.

Namun, penurunan industri tekstil bukan hanya disebabkan oleh pandemi. Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet (2024), penetrasi produk impor, terutama dari China, telah memperparah situasi. Dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir, impor produk tekstil dan pakaian jadi ke Indonesia meningkat pesat. Keunggulan komparatif China, seperti biaya bahan baku yang lebih murah, tenaga kerja yang lebih efisien, dan dukungan pemerintah yang kuat, membuat produk mereka lebih kompetitif di pasar domestik.

Ironisnya, saat bangsa ini menyambut Hari Kemerdekaan ke-79, maraknya barang impor ilegal semakin menambah beban industri tekstil. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (2024), baru-baru ini mengungkapkan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal telah menemukan barang selundupan senilai Rp 40 miliar, termasuk produk tekstil senilai Rp 20 miliar. Barang-barang ini disimpan di gudang sewaan di Jakarta Utara, dan menurut hasil penyidikan, diimpor oleh warga negara asing.

Satgas Impor Ilegal, yang dibentuk oleh Kementerian Perdagangan dan diluncurkan pada 19 Juli 2024, diharapkan mampu mengatasi maraknya impor ilegal yang merugikan industri dalam negeri. Satgas ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021. Anggotanya berasal dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Dengan adanya sinergi antar kementerian dan lembaga, diharapkan Satgas Impor Ilegal mampu memberantas praktik impor ilegal dan menghidupkan kembali industri tekstil dalam negeri. Semoga momentum perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia ini tidak hanya menjadi peringatan kemerdekaan dari penjajah, tetapi juga simbol perjuangan untuk merdeka dari impor ilegal yang merusak ekonomi bangsa.