Print

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia sedang mengalami masa sulit, di tengah tekanan persaingan yang semakin ketat dengan produk impor. Penurunan utilitas produksi yang signifikan menjadi salah satu indikator utama krisis ini. Pada Juni 2024, utilitas di sektor hulu hanya mencapai 55,28%, sementara di sektor hilir turun menjadi 77,4%. Kondisi ini memaksa banyak perusahaan tekstil untuk mengurangi pengeluaran, salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.

Data dari BPJS Ketenagakerjaan mencatat bahwa sebanyak 46.000 pekerja di sektor TPT telah kehilangan pekerjaan akibat krisis ini. Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman, menyatakan bahwa persaingan tidak sehat dengan produk TPT impor telah menyebabkan penurunan drastis dalam utilitas mesin, terutama di kawasan Bandung Raya. Dari 70% kapasitas produksi yang dihentikan, hanya sekitar 30% mesin yang masih beroperasi.

Nandi menambahkan, dampak dari penurunan produksi ini bukan hanya pada angka PHK yang tinggi, tetapi juga merambah pada sektor konveksi di berbagai daerah seperti Tasikmalaya dan Garut. Dengan ratusan ribu pekerja yang terkena PHK, industri TPT benar-benar terpuruk.

Menghadapi situasi ini, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyerukan pentingnya segera disahkannya Undang-Undang (UU) Sandang. Harrison Silaen, Pengurus Pusat Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) API, mengungkapkan bahwa UU Sandang akan memberikan perlindungan bagi industri TPT domestik, dari pengadaan material hingga perdagangan ekspor dan impor. Langkah ini diharapkan dapat menahan laju PHK dan mengembalikan daya saing industri dalam negeri.

RUU Sandang sendiri telah diajukan sejak tahun 2023, namun hingga kini masih belum ada kejelasan lebih lanjut. Nandi mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkret, mengingat urgensi peraturan ini bagi kelangsungan industri TPT di Indonesia. Selain melindungi industri dari gempuran produk impor, UU Sandang juga diharapkan dapat menyederhanakan proses administrasi di sektor TPT yang saat ini harus berurusan dengan banyak kementerian dan instansi.

Tak hanya itu, masalah lain yang dihadapi industri TPT adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan teknologi yang sudah usang. Harrison menekankan bahwa keterbatasan SDM, terutama di level supervisor, serta umur mesin produksi yang sudah tua, menjadi hambatan besar dalam meningkatkan daya saing industri ini.

Dengan sekitar 80% mesin produksi di industri TPT yang berusia lebih dari 20 tahun, teknologi yang digunakan sudah jauh tertinggal dari negara-negara pesaing. Harrison berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus pada modernisasi teknologi dan peningkatan keterampilan SDM di sektor TPT agar industri ini bisa kembali bersaing di pasar global.

Krisis yang melanda industri TPT ini membutuhkan solusi komprehensif, dan pengesahan UU Sandang bisa menjadi langkah awal yang sangat penting untuk menyelamatkan industri ini dari keterpurukan lebih lanjut.