Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kinerja Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal yang dinilai masih jauh dari kata efektif. Meskipun Satgas ini telah dibentuk dan mulai beroperasi, namun hingga kini, dampaknya belum dirasakan oleh pelaku industri tekstil. Agus Riyanto, Koordinator AMTI, menyatakan bahwa tidak adanya penindakan tegas terhadap perusahaan, gudang, atau pemilik usaha yang terbukti melakukan impor ilegal menunjukkan lambatnya kinerja Satgas.
AMTI juga mengkritik fungsi Satgas yang tidak optimal karena beberapa kementerian dan lembaga yang terlibat tidak menjalankan peran mereka dengan maksimal. "Personal Satgas ini juga memiliki tugas fungsional di lembaga mereka masing-masing, sehingga tidak heran jika kinerja Satgas tidak berjalan optimal," ujar Agus kepada Bisnis pada Selasa (20/8/2024).
Selain itu, Agus menyoroti landasan hukum Satgas yang hanya berbentuk Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag). Menurutnya, agar Satgas dapat berfungsi lebih optimal, seharusnya landasan hukumnya berbentuk Keputusan Presiden, sehingga ada pertanggungjawaban langsung kepada Presiden. Agus menambahkan, impor ilegal tidak hanya mengancam pertumbuhan industri tekstil dalam jangka panjang tetapi juga berpotensi menyebabkan kerugian negara yang signifikan. "Efek ganda dari impor ilegal ini bahkan menyebabkan banyaknya PHK di industri tekstil serta kebangkrutan perusahaan dalam negeri karena kalah bersaing," jelasnya.
Untuk meningkatkan efektivitas Satgas, Agus menyarankan agar pelaksanaannya melibatkan sektor swasta, seperti asosiasi industri dan praktisi, untuk kepentingan pengumpulan data dan sumber daya. Dia berharap Satgas dapat bekerja dengan maksimal dan tidak hanya sekadar pencitraan tanpa ada pengembangan penyidikan dan penindakan terhadap pelaku impor ilegal. Pasalnya, setelah sebulan Satgas terbentuk, dampaknya belum dirasakan oleh pelaku usaha, yang masih harus bersaing dengan barang murah hasil impor ilegal yang masih marak di pasar.
"Kami sadar betul bahwa Satgas ini sangat penting untuk kelangsungan kami, baik IKM maupun perusahaan tekstil, dan kami mendorong agar Satgas ini bisa diperkuat," ujar Agus. Ia menambahkan, "Kalau memang tidak optimal, lebih baik dibubarkan saja."
Meskipun ada beberapa tindakan yang telah diambil, seperti penindakan barang impor ilegal senilai Rp40 miliar oleh Menteri Perdagangan bersama anggota Satgas, Agus menilai bahwa langkah ini belum cukup. Barang impor tersebut meliputi elektronik dan pakaian jadi, dengan tekstil dan produk tekstil menjadi salah satu penyebab utama kerugian hingga kebangkrutan pabrik-pabrik tekstil.
Menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Agus berharap ada langkah nyata untuk memberantas impor tekstil ilegal dengan menutup akses impor borongan yang selama ini menjadi biang keladi kerugian negara dan industri tekstil nasional. "Memberhentikan impor borongan akan menjadi hadiah terindah dari Pemerintahan Joko Widodo kepada industri tekstil di Tanah Air. Industri tekstil harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri," pungkasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 932 tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor. Satgas ini dibentuk dengan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kejaksaan Agung, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun, efektivitas Satgas ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut demi keberlangsungan industri tekstil di Indonesia.