Gelaran Pilkada Serentak 2024 diprediksi tidak akan memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri tekstil dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filamen Indonesia (APSyFi), Redma Gita Wirawasta, menyatakan pesimismenya terhadap kontribusi Pilkada terhadap peningkatan permintaan tekstil. Hal ini berhubungan erat dengan pengalaman pada Pemilu 2024 yang lalu, di mana konsumsi atribut kampanye seperti kaos partai dan atribut calon legislatif mengalami penurunan drastis.
Menurut Redma, penurunan tersebut mencapai 60-70% dibandingkan dengan Pemilu 2019. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi situasi ini adalah masuknya produk tekstil impor yang jauh lebih murah, membuat pesanan untuk produksi atribut kampanye beralih ke produk-produk impor. "Sisa pesanan yang kita dapatkan hanya sebatas untuk mencetak logo partai pada produk impor," ujar Redma.
Fenomena ini semakin memperburuk kondisi industri tekstil yang sudah terpukul oleh penurunan permintaan di pasar domestik. Banyak perusahaan tekstil terpaksa menurunkan kapasitas produksinya dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar yang melemah.
Dengan persaingan ketat dari produk impor dan penurunan daya beli di pasar domestik, sektor tekstil Indonesia terus berada dalam tekanan. Pilkada Serentak yang seharusnya menjadi peluang untuk menggenjot permintaan atribut kampanye ternyata tidak membawa harapan besar bagi para pelaku industri tekstil dalam negeri.