Print

PT Primissima (Persero), sebuah BUMN tekstil yang berlokasi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mengambil langkah berat dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 402 karyawan. Kebijakan ini menyusul langkah sebelumnya pada Juni 2024, di mana perusahaan sempat merumahkan ratusan karyawan tersebut.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Sutiasih, keputusan PHK massal ini mulai berlaku sejak 10 September 2024. "Perusahaan telah memutuskan untuk melakukan PHK massal," ungkapnya kepada wartawan di Pemkab Sleman pada 21 Oktober.

Proses PHK ini dilaksanakan melalui perjanjian bersama (PB) yang dilakukan antara 14 hingga 18 Oktober 2024. Sutiasih menjelaskan bahwa seluruh karyawan yang terkena PHK menghadiri dan menyetujui perjanjian tersebut. "PB terkait dengan PHK karyawan sebanyak 402 orang telah ditandatangani oleh seluruh karyawan," tambahnya.

Disnaker Sleman akan mengawal hak-hak karyawan yang terkena PHK. PB tersebut akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Sleman untuk memastikan kesepakatan ini mengikat secara hukum. "PB ini akan didaftarkan ke Pengadilan PHI di Pengadilan Negeri Sleman untuk menjamin apa yang dijanjikan perusahaan dapat terlaksana," jelas Sutiasih.

PT Primissima berkomitmen untuk memenuhi hak karyawan, termasuk pembayaran pesangon dan gaji yang tertunda, paling lambat hingga 31 Desember 2025. Sutiasih berharap proses ini dapat diselesaikan lebih cepat dari batas waktu tersebut.

Krisis keuangan yang melanda perusahaan ini memaksa PT Primissima untuk menjual aset-asetnya sebagai langkah penanggulangan. Perusahaan juga bekerja sama dengan Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) untuk mengambil alih aset-aset yang akan dijual sebagai upaya memenuhi kewajiban kepada karyawan.

Direktur Utama PT Primissima, Usmansyah, membenarkan kabar mengenai PHK massal tersebut. "Perusahaan sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk beroperasi secara normal," ujarnya. Menurut Usmansyah, seluruh hak karyawan, termasuk gaji yang terutang dan pesangon, akan dibayarkan sesuai perjanjian. Saat ini, perusahaan berstatus tidak aktif namun belum dinyatakan pailit.

Dari total 405 karyawan, hanya tiga orang yang tidak terkena PHK, yaitu dua direksi dan satu komisaris. Usmansyah memperkirakan total biaya yang harus dibayarkan perusahaan kepada karyawan mencapai sekitar Rp 26 miliar, dengan rincian gaji sekitar Rp 5 miliar dan pesangon mencapai Rp 21 miliar.

Langkah-langkah yang diambil PT Primissima ini mencerminkan upaya perusahaan untuk bertahan di tengah krisis keuangan yang berat, sambil tetap menghormati hak-hak karyawan yang terkena dampak.