Keputusan Pengadilan Niaga Kota Semarang yang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk (Sritex) pailit, mencerminkan potret buram industri tekstil nasional. Putusan ini muncul setelah salah satu kreditur perusahaan mengajukan pembatalan kesepakatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sebelumnya telah disepakati.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Lilik Setiawan, menyampaikan bahwa situasi ini bukan hanya masalah internal Sritex, tetapi juga menggambarkan keadaan yang lebih luas di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Menurut Lilik, kondisi yang dihadapi Sritex saat ini menjadi cerminan dari keseluruhan industri yang tersebar di seluruh Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
Lilik menjelaskan bahwa permasalahan yang menimpa Sritex bukan terjadi secara tiba-tiba. Industri TPT secara keseluruhan tengah menghadapi kesulitan akibat dampak resesi global dan ketidakstabilan geopolitik. Tantangan ini dirasakan oleh semua perusahaan tekstil di Indonesia dengan tingkat kesulitan yang beragam. Lilik menambahkan, konflik geopolitik yang semakin memanas bahkan mengarah pada risiko perang dunia ketiga, membuat situasi industri semakin tidak menentu.
Meskipun demikian, API Jawa Tengah tetap berkomunikasi secara aktif dengan Sritex dan berharap perusahaan dapat menangani situasi ini dengan bijaksana. Menurut Lilik, langkah penting yang perlu diambil adalah memastikan kelangsungan operasi perusahaan agar hak-hak semua pemangku kepentingan, terutama karyawan, tetap terlindungi.
Dalam hal ini, API menekankan pentingnya perlindungan terhadap karyawan Sritex. Lilik menyatakan harapannya agar perusahaan tetap memberikan jaminan keamanan bagi puluhan ribu karyawannya sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa terganggu oleh permasalahan internal perusahaan. Hak-hak pekerja, seperti gaji dan tunjangan, harus dipastikan tetap terpenuhi meskipun perusahaan tengah mengalami krisis keuangan.
Sementara itu, kondisi di lapangan masih menunjukkan adanya aktivitas di kawasan pabrik Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sejumlah pegawai tampak bekerja seperti biasa, dan dua kontainer berstiker Bea Cukai terlihat keluar dari pabrik membawa barang. Namun, di tengah aktivitas ini, beberapa dampak mulai terasa. Pemilik lahan parkir pabrik, Tejo, mengungkapkan bahwa keterisian lahan parkirnya telah berkurang drastis dalam setahun terakhir, menandakan penurunan jumlah karyawan yang bekerja di pabrik tersebut.
Situasi Sritex ini mencerminkan kondisi yang lebih luas dalam industri TPT di Indonesia. API berharap semua pihak, termasuk perusahaan dan pemerintah, dapat bersinergi untuk menemukan solusi guna menyelamatkan industri tekstil dari keterpurukan lebih lanjut.