Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini digambarkan seperti “sudah jatuh tertimpa tangga.” Permintaan ekspor yang melemah dan pasar dalam negeri yang dipenuhi produk impor telah membuat industri TPT semakin sulit untuk bertahan.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menjelaskan bahwa tantangan di pasar ekspor membuat banyak pelaku industri mengalihkan harapannya ke pasar lokal. Namun, produk impor ilegal yang masuk tanpa kontrol ketat dari pihak bea cukai memperberat upaya industri lokal untuk meraih pangsa pasar dalam negeri. Akibatnya, tingkat pemanfaatan kapasitas pabrik menurun hingga hanya mencapai 45% pada tahun ini.
Dampak dari lemahnya permintaan ini menyebabkan banyak perusahaan tekstil menghadapi tekanan finansial yang berat. Hal ini ditandai dengan penurunan produksi yang berujung pada pengurangan tenaga kerja. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun terus berlangsung, menjadi pilihan sulit bagi perusahaan untuk bertahan. Misalnya, PT Primissima (Persero), sebuah perusahaan tekstil BUMN terkemuka, baru-baru ini melakukan PHK terhadap 402 pekerjanya. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, bahkan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang karena beban utang yang melampaui aset perusahaan.
PHK massal ini juga menyasar perusahaan tekstil lainnya, seperti PT Pandanarum Kenangan Textil (Panamtex) di Pekalongan yang mengkhususkan diri pada produksi sarung tenun. Meski masih beroperasi, status pailit membuat nasib 510 pekerja Panamtex berada dalam ketidakpastian. Perusahaan tengah mengajukan kasasi agar tetap dapat melanjutkan operasinya.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, sektor manufaktur adalah yang paling terdampak, dengan lebih dari 24.000 kasus PHK dari Januari hingga September 2024. Total pekerja yang kehilangan pekerjaan meningkat dari tahun sebelumnya, dengan kenaikan sebesar lebih dari 10.000 pekerja dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari kondisi ini, jelas bahwa industri TPT di Indonesia saat ini membutuhkan langkah strategis dan dukungan yang kuat dari berbagai pihak untuk mengatasi tekanan pasar dan menjaga keberlangsungan industri, yang juga berarti keberlangsungan pekerjaan bagi ribuan pekerja di Indonesia.