Print

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menyoroti gelombang PHK yang menimpa sektor tekstil. Berdasarkan laporan, setidaknya ada dua peristiwa besar terkait PHK di industri ini. PT Primissima (Persero), perusahaan tekstil milik negara, melakukan PHK massal terhadap 402 karyawan. Selain itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Sebelumnya, nasib 510 pekerja di PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex) juga terancam akibat putusan pailit dari PN Semarang.

Menurut Hadi, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mengidentifikasi dan mengatasi akar penyebab PHK yang marak terjadi, termasuk mengkaji ulang kebijakan impor tekstil. Kebijakan ini dianggap berpengaruh besar pada ketidakmampuan industri tekstil lokal bersaing dengan produk impor yang sering kali lebih murah. Dalam jangka panjang, Hadi mengusulkan program industrialisasi yang padat karya dan pengembangan sektor riil untuk membuka lebih banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang terdampak PHK.

Selain itu, Hadi juga mengomentari prediksi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 yang diperkirakan akan sangat minim. Hal ini disebabkan oleh rumusan penghitungan UMP yang memperhitungkan tingkat inflasi rendah dan indeks tertentu yang kurang dari angka 1. Rendahnya kenaikan UMP ini diprediksi dapat memengaruhi daya beli pekerja dan kesejahteraan mereka di tengah ketidakpastian ekonomi.

Dengan menyoroti masalah kebijakan impor dan tantangan lain di sektor ketenagakerjaan, artikel ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif untuk mendukung industri tekstil dalam negeri dan melindungi tenaga kerja dari dampak ketidakstabilan ekonomi.