Print

Para pengusaha industri tekstil terus menyuarakan keprihatinan mereka terhadap membanjirnya barang impor ilegal di pasar dalam negeri. Kondisi ini dinilai menjadi penyebab utama menurunnya kinerja dan keberlangsungan hidup industri tekstil lokal. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa pemerintah seakan kurang tegas dalam menangani masalah ini.

“Kenapa pemerintah seperti tidak pernah menyentuh importasi ilegal? Apakah banyak yang terlibat?” ujar Redma dalam wawancara bersama Pro 3 RRI pada Rabu (30/10/2024). Meskipun pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menangani barang impor ilegal, Redma menyatakan bahwa upaya ini belum mampu secara efektif menyelesaikan masalah. Menurutnya, selama pintu masuk bea cukai belum diperketat, upaya satgas akan sia-sia. “Sehebat apapun Satgas di bawah Kementerian Perdagangan untuk menertibkan barang ilegal yang ada di pasar, kalau pintunya (bea cukai) tidak dibereskan ya percuma,” katanya.

Redma mengungkapkan kekhawatirannya terhadap semakin banyaknya pakaian jadi impor ilegal yang membanjiri pasar, terutama di pusat-pusat perbelanjaan seperti Mangga Dua dan Pasar Tanah Abang. “Contohnya baju yang ada merknya bahasa asing itu pasti produk impor ilegal, dan mudah ditemui di Mangga Dua, Pasar Tanah Abang dan sebagainya,” tambahnya.

Dalam upaya untuk melindungi industri lokal, Redma mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas. Ia bahkan berharap Presiden turun tangan langsung untuk mengatasi permasalahan ini. “Jadi kami harap Presiden yang turun langsung (menyelesaikan persoalan barang impor ilegal),” ucap Redma.

Rencana Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024

Dalam upaya mengatasi krisis ini, rencana revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 mendapat dukungan dari para pelaku industri. Redma menyatakan bahwa revisi ini sangat diperlukan agar pengaturan impor tidak asal memberikan izin dan dapat memperketat masuknya barang-barang ilegal. “Permendag Nomor 8 kalau perlu direvisi, supaya impor ilegal diatur tidak asal kasih izin impor saja,” tegasnya.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 sebelumnya mendapat keluhan dari banyak pelaku industri tekstil. Peraturan ini dinilai semakin memperburuk kondisi usaha mereka, terutama di tengah serbuan barang impor yang merajalela.

Menanggapi keluhan ini, Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menyatakan bahwa pihaknya berencana mengadakan pertemuan dengan Kementerian Perindustrian dalam waktu dekat. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 sebagai langkah konkret memperbaiki situasi di industri tekstil domestik.

Dengan langkah-langkah pengetatan dan revisi regulasi, diharapkan industri tekstil Indonesia dapat bangkit kembali dan bersaing secara sehat di pasar domestik.