Print

Industri tekstil di Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar. Dampaknya telah terlihat dengan meningkatnya jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan keputusan pailit salah satu perusahaan tekstil terbesar di negeri ini. Dalam menghadapi situasi ini, fokus utama pemerintah seharusnya adalah meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi VII DPR RI, yang menekankan pentingnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan pokok masyarakat.

Menurut Bambang, saat ini masyarakat memprioritaskan kebutuhan lain di atas sandang, seperti pangan, energi, air, kesehatan, dan pendidikan, yang harganya mengalami kenaikan tajam. Akibatnya, daya beli masyarakat terhadap produk sandang turun drastis. Ia mengungkapkan, “Daya beli masyarakat untuk sandang menurun tajam bahkan hampir mendekati tidak ada.” Penurunan daya beli ini tidak hanya memengaruhi produk dalam negeri, tetapi juga barang impor. Hal ini terlihat dari banyaknya gerai barang impor di pusat perbelanjaan besar, seperti Mangga Dua dan ITC, yang mengalami penurunan penjualan hingga lebih dari 50 persen dan menyebabkan banyak gerai tutup.

Bambang menyoroti bahwa faktor utama keruntuhan industri tekstil bukan hanya karena persaingan dengan produk impor, tetapi lebih pada penurunan daya beli masyarakat. “Walaupun industri tekstil dalam negeri nantinya di-support dengan insentif-insentif yang sangat besar, tetap saja masyarakat tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli tekstil atau pakaian saat ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa industri tekstil Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku, dengan 85 persen di antaranya berasal dari Cina. Meskipun ada keinginan untuk menghapus peraturan seperti Permendag 8 Tahun 2024, kenyataannya, industri tekstil masih sangat membutuhkan impor bahan baku. Bambang juga mendorong adanya inovasi dari pelaku industri untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor dan mengembangkan produksi bahan baku dalam negeri.

Pemerintah diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, seperti menurunkan harga kebutuhan pokok. Dengan demikian, jika slogan “Aku Cinta Produk Indonesia” ingin diwujudkan, maka industri tekstil dalam negeri perlu didorong agar lebih mandiri, dan kebijakan yang menghambat seperti Permendag 8/2024 baru dapat dihapus setelah industri dalam negeri lebih kuat dan mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.

Solusi Jangka Panjang

Untuk membenahi industri tekstil, pemerintah perlu membangun kebijakan yang komprehensif. Langkah tersebut mencakup upaya menurunkan harga kebutuhan pokok, mendukung pengembangan bahan baku lokal, dan meningkatkan inovasi di sektor industri tekstil. Dengan meningkatkan daya beli masyarakat, industri sandang Indonesia dapat kembali berkembang dan bersaing, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga internasional.