Print

Industri tekstil Indonesia, yang pernah menjadi salah satu sektor andalan ekonomi nasional, kini menghadapi tantangan berat. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, mengungkapkan banyak perusahaan tekstil, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), berada di ambang kebangkrutan. Kondisi ini mencerminkan persoalan besar yang melanda sektor tersebut.

Tekanan Berat pada Perusahaan Tekstil
Menurut Wamenaker, kasus Sritex hanyalah puncak gunung es dari permasalahan di industri tekstil nasional. Sejumlah perusahaan lain, terutama yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, juga mengalami kesulitan serupa. Tantangan ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari masalah internal perusahaan hingga dampak regulasi pemerintah.

Salah satu penyebab utama adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang mempermudah impor produk tekstil. Regulasi ini menyebabkan pasar domestik dibanjiri pakaian jadi dengan harga murah, sehingga menekan produksi lokal. Reni Yanita, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, mencatat bahwa lebih dari 11 ribu tenaga kerja di industri tekstil telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat situasi ini.

Banjir Impor dan Kebijakan yang Kurang Tepat
Reni menjelaskan bahwa kebijakan impor yang longgar mengganggu keseimbangan antara harga, pasokan, dan permintaan. Dengan meningkatnya impor tekstil melalui marketplace dan media sosial, produk lokal semakin sulit bersaing. Dampak buruk dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan besar seperti Sritex, tetapi juga oleh banyak pelaku usaha kecil dan menengah di sektor tekstil.

Selain itu, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen turut menambah tekanan. Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) memperingatkan bahwa kenaikan ini akan berdampak negatif pada daya beli masyarakat, yang sudah melemah. Jika konsumsi tekstil menurun, maka penjualan industri tekstil domestik juga akan terpengaruh, berpotensi menurunkan penerimaan negara.

Langkah Strategis untuk Menyelamatkan Industri Tekstil
Menghadapi situasi ini, Wamenaker menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kementerian untuk mengevaluasi kebijakan impor dan mencari solusi strategis. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi:

Pengetatan Impor: Memberantas impor ilegal dan memastikan regulasi mendukung keberlangsungan produksi dalam negeri.
Dukungan terhadap Produsen Lokal: Memberikan insentif bagi pelaku usaha tekstil untuk meningkatkan daya saing produk lokal.
Penguatan Pasar Domestik: Meningkatkan kampanye cinta produk lokal agar masyarakat lebih memilih produk tekstil dalam negeri.
Sinergi Pemerintah dan Industri: Membangun dialog terbuka antara pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja untuk menghadapi tantangan secara bersama-sama.
Optimisme untuk Masa Depan
Meskipun tantangan yang dihadapi industri tekstil sangat besar, upaya kolaboratif yang tepat dapat membawa sektor ini keluar dari keterpurukan. Dengan dukungan kebijakan yang mendukung dan sinergi yang baik antara semua pihak, industri tekstil Indonesia memiliki peluang untuk pulih dan kembali bersaing di pasar domestik maupun internasional.

Langkah konkret harus segera diambil agar sektor ini tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang, demi menjaga kontribusinya terhadap perekonomian nasional dan lapangan kerja bagi jutaan masyarakat Indonesia.