Kebijakan pemerintah untuk mendukung industri padat karya melalui insentif fiskal dinilai kurang efektif oleh Asosiasi Produsen Benang, Serat, dan Filamen Indonesia (APSyFI). Meski insentif tersebut dirancang untuk meringankan beban pelaku usaha di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa langkah ini tidak akan memberikan dampak signifikan bagi industri yang sudah terseok-seok selama lebih dari dua tahun.
Pemerintah memberikan beberapa insentif, termasuk PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin, serta bantuan Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 50% selama enam bulan untuk sektor padat karya. Namun, menurut Redma, insentif ini tidak menyasar akar permasalahan industri TPT, yakni banjirnya produk impor ilegal yang menguasai pasar domestik.
Impor Ilegal, Tantangan Utama Sektor TPT
Redma menyoroti bahwa kondisi pasar yang lesu disebabkan oleh maraknya barang impor ilegal yang tidak hanya membanjiri pasar domestik tetapi juga menikmati keistimewaan berupa bebas pajak. Sepanjang 2023, APSyFI mencatat sebanyak 37.000 kontainer produk TPT impor ilegal masuk ke Indonesia, menciptakan tekanan besar pada produsen lokal.
“Insentif apapun akan sulit dimanfaatkan secara optimal selama kita harus bersaing dengan barang impor ilegal. Kecuali pemerintah memberikan perlakuan pajak yang setara atau bahkan bebas pajak untuk produsen lokal seperti yang dinikmati barang impor ilegal,” ungkap Redma.
Efektivitas Kebijakan Fiskal untuk Industri Tekstil
Salah satu insentif yang dianggap lebih relevan oleh APSyFI adalah potongan diskon PPN menjadi 5% atau pemberlakuan PPN final 15% yang hanya berlaku untuk produk akhir. Skema ini diyakini lebih efektif karena dapat mengurangi beban pajak pada industri tekstil yang memiliki rantai nilai panjang, di mana biaya pajak sering kali menggerus margin keuntungan.
“Jika pemerintah benar-benar ingin memberikan insentif fiskal, skema PPN final akan jauh lebih bermanfaat,” tambah Redma.
Harapan Pelaku Industri Tekstil
Di tengah kondisi sulit ini, pelaku industri tekstil hanya dapat bertahan sambil menunggu perubahan kebijakan yang lebih mendukung daya saing mereka. Menurut Redma, langkah paling mendesak yang perlu diambil adalah pengendalian impor dan pemberantasan impor ilegal yang selama ini menjadi penyebab utama keterpurukan sektor TPT.
Meski insentif seperti subsidi bunga untuk revitalisasi mesin dianggap positif, penggunaannya diperkirakan akan minim karena pelaku usaha sulit berinvestasi di tengah kondisi pasar yang tidak stabil. "Kebijakan pemerintah harus difokuskan pada langkah-langkah yang dapat mengatasi akar masalah, bukan sekadar insentif yang tidak menjawab tantangan utama," pungkas Redma.
Meskipun pemerintah telah menggulirkan berbagai insentif fiskal untuk sektor padat karya, dampaknya pada industri tekstil dinilai masih sangat terbatas. Pengendalian impor ilegal menjadi langkah strategis yang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan sektor TPT dari keterpurukan yang berkepanjangan. Di sisi lain, kebijakan fiskal seperti penerapan PPN final juga perlu dipertimbangkan sebagai solusi lebih efektif untuk meringankan beban pelaku industri.