PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil di Asia Tenggara, resmi dinyatakan pailit setelah kasasi yang diajukan perusahaan ditolak oleh Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024. Keputusan ini tidak hanya mengguncang perusahaan, tetapi juga memberikan dampak besar terhadap industri tekstil nasional dan kesejahteraan para pekerja yang bergantung pada sektor ini.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), M. Razik Ilham, menyoroti dampak sosial dari kepailitan ini, khususnya bagi ribuan pekerja Sritex yang terancam kehilangan mata pencaharian. Razik meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam menjamin hak-hak pekerja, termasuk melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang menghapus peraturan teknis impor pakaian jadi. Menurutnya, regulasi ini melemahkan daya saing produk tekstil lokal dengan mempermudah masuknya produk impor.
Razik menyatakan bahwa pembatasan arus impor sangat penting untuk memberikan ruang bagi produk lokal berkembang dan bertahan di pasar domestik. Selain itu, ia menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan ketersediaan fasilitas dan bantuan bagi pekerja terdampak untuk membantu mereka mendapatkan pekerjaan baru, sekaligus memberikan jaminan sosial yang layak.
Sejak Sritex dinyatakan pailit, sekitar 6.000 karyawan telah dirumahkan, dan puluhan ribu lainnya berada dalam risiko pemutusan hubungan kerja. PB PMII juga menuntut agar pemerintah memastikan regulasi yang diterapkan tidak hanya melindungi hak-hak pekerja, tetapi juga memberikan solusi konkret untuk keberlanjutan industri tekstil di masa depan.
Sritex sendiri merupakan ikon dalam industri tekstil nasional, didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto di Sukoharjo, Jawa Tengah. Perusahaan ini berkembang dari pedagang tekstil tradisional menjadi produsen utama seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman, serta mengekspor produknya ke lebih dari 100 negara. Namun, krisis keuangan yang dialami membuat Sritex kini harus menerima status pailit dengan dampak yang meluas.
PB PMII menegaskan bahwa perlindungan pekerja dan upaya menyelamatkan industri tekstil nasional harus menjadi prioritas pemerintah di tengah tantangan ini. Dengan langkah yang tepat, diharapkan industri tekstil dapat kembali pulih dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia.