Print

Pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 yang mengatur kebijakan dan tata cara impor. Salah satu sorotan utama dalam regulasi ini adalah penghapusan peraturan teknis impor pakaian jadi, yang dinilai memperbesar peluang impor dan memengaruhi daya saing industri tekstil lokal.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa penghapusan peraturan teknis tersebut merugikan industri tekstil dalam negeri. Ia mendorong agar semua produk tekstil (HS 50-63) diatur tata niaganya dengan mengacu pada regulasi teknis dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Redma juga meminta pemerintah untuk menerapkan pengawasan yang lebih ketat terhadap aspek K3L (Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan), label berbahasa Indonesia, dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Selain itu, Redma menyoroti pentingnya transparansi dalam pemberian kuota impor yang seharusnya memprioritaskan pasokan lokal. Ia menilai mekanisme pemberian kuota saat ini, yang didasarkan pada pertimbangan teknis dari Kemenperin, masih kurang terbuka.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melalui Ketua Bidang Kebijakan Publiknya, Sutrisno Iwantono, menyatakan masih mengkaji poin-poin yang akan diusulkan dalam revisi Permendag No. 8/2024. Sutrisno menekankan bahwa pihaknya akan membahas hal ini secara internal sebelum memberikan masukan resmi kepada pemerintah.

Di sisi lain, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengapresiasi Permendag No. 8/2024 yang dianggap memberikan kepastian bagi dunia usaha terkait kegiatan impor. Namun, GINSI juga meminta agar revisi beleid tersebut melibatkan seluruh pemangku kepentingan guna memastikan kebijakan yang lebih komprehensif.

Revisi Permendag ini juga mendapat perhatian dari Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia menyampaikan apresiasi atas rencana revisi kebijakan ini sebagai langkah positif untuk memperbaiki dinamika perdagangan tekstil. Agus menganggap langkah ini penting demi menjaga keberlanjutan industri tekstil dalam negeri yang selama ini menjadi salah satu sektor strategis di Indonesia.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut revisi Permendag No. 8/2024 sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan ekonomi nasional. Dalam Konferensi Pers Capaian 2024 dan Program Kerja 2025, Budi menekankan bahwa kebijakan perdagangan harus dinamis dan melibatkan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pelaku usaha.

Namun, dampak negatif dari pemberlakuan Permendag No. 8/2024 sudah mulai dirasakan. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, mengungkapkan bahwa setidaknya 60 perusahaan tekstil berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kebijakan tersebut. Hal ini mencerminkan perlunya keseimbangan dalam menyusun regulasi yang tidak hanya mendukung dunia usaha tetapi juga melindungi tenaga kerja dan industri domestik.

Revisi Permendag No. 8/2024 diharapkan menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola impor tekstil yang lebih berpihak pada industri lokal, sekaligus menciptakan iklim perdagangan yang adil dan berkelanjutan.