Penundaan program restrukturisasi mesin akibat efisiensi anggaran Kementerian Perindustrian berisiko menekan industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Program peremajaan mesin yang telah rutin berjalan sejak 2021 sebelumnya mendapat alokasi dana sebesar Rp52 miliar tahun lalu untuk 59 perusahaan penerima manfaat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil, menyatakan bahwa kebijakan ini berkontribusi dalam menggairahkan pasar serta mendukung keberlanjutan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Menurutnya, penundaan ini akan berdampak meskipun program restrukturisasi mesin telah terbukti bermanfaat.
Keputusan pemerintah menunda program ini disayangkan oleh pelaku usaha, terutama karena restrukturisasi mesin sebelumnya diprioritaskan untuk investasi peralatan ramah lingkungan. Dalam skema program ini, Kementerian Perindustrian memberikan insentif berupa penggantian harga sebesar 10% dari total investasi mesin impor dan 25% untuk mesin produksi dalam negeri. Namun, pelaku usaha menilai bahwa insentif pembelian bahan baku lokal seharusnya menjadi prioritas utama.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko S. A. Cahyanto, menyampaikan bahwa pemerintah menunda dan mengevaluasi program restrukturisasi mesin untuk industri tertentu, termasuk sektor makanan, minuman, dan tekstil, akibat keterbatasan anggaran. Ia juga menekankan bahwa sektor perbankan diharapkan dapat berperan dalam mendukung pembiayaan pengadaan mesin dan peralatan industri.
Meski demikian, pemerintah terus mengupayakan kebijakan pendukung lain bagi industri, seperti revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang relaksasi impor, perpanjangan harga gas bumi tertentu (HGBT), serta insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik dan hybrid.