Print

Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 diharapkan mampu memperkuat industri nasional. Namun, ketersediaan bahan baku berkualitas dengan harga yang kompetitif tetap menjadi tantangan utama bagi sektor industri dalam negeri. Pembatasan impor bahan baku yang diterapkan pemerintah dapat berisiko melemahkan daya saing industri jika tidak disertai dengan solusi yang tepat.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menilai bahwa pengembalian pertimbangan teknis dalam regulasi impor belum tentu efektif untuk meningkatkan daya saing. Industri dalam negeri memerlukan akses terhadap bahan baku berkualitas dengan harga yang kompetitif, yang dalam banyak kasus hanya dapat diperoleh melalui impor. Jika kebijakan ini diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak lebih luas, maka daya saing industri nasional justru dapat menurun.

Pembatasan impor bukanlah hal baru dalam kebijakan perdagangan Indonesia. Sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), misalnya, telah menghadapi 23 kebijakan safeguard sejak tahun 2011. Delapan di antaranya diberlakukan sebelum pandemi Covid-19, sementara 15 lainnya diterapkan setelah pandemi. Tren adopsi kebijakan proteksionis meningkat sejak pandemi, seiring dengan upaya berbagai negara untuk melindungi kepentingan nasional mereka. Namun, perlindungan ini belum terbukti efektif dalam mendorong pertumbuhan ekspor. Data menunjukkan bahwa ekspor pakaian jadi Indonesia terus mengalami penurunan, kalah bersaing dengan negara seperti Vietnam dan Bangladesh.

Kebijakan proteksionis yang membatasi impor bahan baku justru berisiko meningkatkan biaya produksi, mengurangi akses terhadap bahan baku berkualitas, serta membuka peluang impor ilegal. Salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal adalah melalui Instruksi Presiden No. 2/2022, yang mewajibkan pemerintah daerah untuk membelanjakan minimal 40 persen anggaran barang dan jasa pada produk dalam negeri. Namun, pendekatan ini akan sulit efektif jika aspek fundamental industri, seperti akses bahan baku dan teknologi, tidak diperbaiki. Kebijakan semacam ini juga dapat mendorong industri untuk lebih berorientasi pada pasar domestik dan mengabaikan potensi ekspor.

Walaupun berbagai kebijakan pemerintah bertujuan mendukung industrialisasi, penerapan yang tidak tepat justru bisa menjadi penghambat produktivitas dan daya saing global industri dalam negeri. Jika ingin bersaing di tingkat internasional, solusi yang lebih tepat bukanlah sekadar membatasi impor, melainkan memperbaiki ekosistem bisnis secara menyeluruh. Kemudahan akses bahan baku berkualitas, standar kualitas yang jelas, digitalisasi, serta pengembangan tenaga kerja kompeten merupakan faktor yang jauh lebih menentukan.

Keterbukaan terhadap impor barang intermediary dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih fokus pada peningkatan daya saing industri dengan memberikan kemudahan akses permodalan dan bahan baku, menjaga standarisasi produk, serta meningkatkan digitalisasi dan kompetensi tenaga kerja. Jika industri domestik lebih kompetitif, maka ekspor pun akan tetap aman.

Selain itu, penting untuk mempertimbangkan kepentingan konsumen. Dengan ketersediaan produk lokal berkualitas tinggi dan harga yang bersaing, masyarakat akan lebih memilih produk dalam negeri meskipun produk impor beredar di pasar. Pandangan bahwa impor selalu merugikan ekonomi nasional perlu ditinjau kembali. Impor bukan sekadar memasukkan barang dari luar negeri, tetapi juga menjadi instrumen strategis untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri dan memperluas pasar ekspor.

Perdagangan seharusnya tidak hanya diukur dari surplus neraca perdagangan, tetapi juga dari bagaimana kebijakan dapat meningkatkan efisiensi industri nasional. Pemerintah perlu meninjau kembali strategi peningkatan daya saing industri dengan lebih mengutamakan efisiensi dan inovasi, bukan hanya proteksi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang.