Industri tekstil nasional, terutama di sektor hulu, menghadapi perpecahan akibat perbedaan kepentingan dalam kebijakan impor bahan baku chip untuk produksi benang poliester dan serat sintetis. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio, menyoroti bahwa ketidaksepahaman dalam regulasi ini memicu konflik di antara pelaku industri, khususnya dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).
Sebagian pihak mendukung kebijakan anti-dumping untuk membatasi impor guna mendorong perkembangan industri lokal. Namun, ada juga yang khawatir bahwa proteksi berlebihan akan menyebabkan kelangkaan bahan baku, yang pada akhirnya melemahkan sektor hilir. Kondisi ini bahkan menyebabkan beberapa produsen besar menghentikan produksi poliester dan beralih ke impor bahan baku. Perusahaan yang sebelumnya beroperasi penuh dalam rantai produksi kini memilih menghentikan lini produksinya dan lebih bergantung pada chip impor.
Andry menilai bahwa kebijakan impor yang tidak terkendali menjadi penyebab utama ketidakseimbangan ini. Jika impor dibiarkan tanpa proteksi, produsen lokal akan semakin terpinggirkan. Namun, jika impor dibatasi, pasokan bahan baku dalam negeri bisa terganggu akibat banyaknya pabrik yang berhenti berproduksi. Menurutnya, kebijakan impor yang tidak berpihak pada industri tekstil dalam negeri merupakan akibat dari regulasi yang stagnan selama beberapa tahun terakhir.
Selain itu, perbedaan fokus antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam merumuskan kebijakan industri tekstil justru memperburuk situasi. Ketidakjelasan Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor mencerminkan kurangnya koordinasi antara kedua kementerian tersebut, yang berimbas pada ketidakpastian bagi para pelaku industri.
Pemerintah diharapkan tidak hanya berwacana tentang hilirisasi, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar mendukung ketahanan industri nasional. Regulasi yang jelas dan seimbang diperlukan agar industri tekstil tetap solid dan mampu bertahan di tengah persaingan global.