Ratusan buruh industri tekstil PT Mbangun Praja Industri (Bapintri) di Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah perusahaan dinyatakan bangkrut dan menghentikan produksi benang kain. Keputusan ini diumumkan secara mendadak, mengejutkan para buruh yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
Surat PHK yang dikeluarkan pada 31 Januari 2025 untuk pekerja operator dan 1 Februari 2025 untuk staf mencantumkan alasan kerugian perusahaan sebagai dasar pemutusan kerja. Sebanyak 267 buruh terkena dampak kebijakan ini, namun yang lebih meresahkan adalah ketidakjelasan pembayaran pesangon. Perusahaan hanya sanggup membayar pesangon dan uang pensiun dengan sistem cicilan selama 4,5 tahun, sebuah skema yang ditolak keras oleh para buruh.
Tak hanya itu, hak-hak lain seperti pembayaran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, sisa upah, dan uang cuti juga belum diberikan. Situasi ini semakin mempersulit buruh karena terjadi menjelang Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah. Ketua KASBI PT Bapintri, Yuningsih (50), mengungkapkan bahwa mayoritas buruh telah mengabdi selama puluhan tahun dengan rata-rata masa kerja mencapai 24 tahun. Namun, mereka mendapati diri mereka kehilangan pekerjaan tanpa kompensasi yang layak.
Sejak 1 Februari 2025, buruh melakukan aksi protes dengan turun ke jalan, mendirikan tenda, dan menginap di depan pabrik sejak 3 Februari 2025. Mereka menolak skema pembayaran pesangon dalam 4,5 tahun dan meminta agar perusahaan membayarnya dalam jangka waktu maksimal dua tahun dengan uang muka sebelum hari raya, termasuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2025.
Buruh juga telah menemui pimpinan DPRD dan Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudiathira, yang berjanji akan memanggil direksi perusahaan serta mencari solusi agar pembayaran pesangon dapat segera direalisasikan. Salah satu opsi yang dipertimbangkan pemerintah adalah memfasilitasi penyewaan aset perusahaan guna memperlancar pembayaran hak-hak buruh.
Dinas Tenaga Kerja Kota Cimahi, melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jamsostek, Febie Perdana, mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima surat penutupan perusahaan. PHK ini terjadi akibat kerugian bertahun-tahun yang dialami perusahaan sejak pandemi COVID-19. Namun, skema pembayaran pesangon masih menjadi perdebatan. Awalnya, perusahaan mengusulkan skema cicilan hingga 48 termin, yang kemudian direvisi menjadi 24 termin. Di sisi lain, buruh awalnya menuntut pembayaran dalam enam bulan, lalu bersedia memperpanjang hingga 12 bulan, tetapi belum ada kesepakatan final.
Mediasi yang difasilitasi oleh Pemkot Cimahi pada 24 Februari 2025 antara buruh dan perusahaan pun belum membuahkan hasil. Hingga kini, deadlock masih terjadi, dan nasib ratusan buruh tetap tidak menentu tanpa kejelasan pembayaran hak-hak mereka.