Print

Lebih dari 10 ribu pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah perusahaan tekstil besar tersebut resmi dinyatakan pailit dan menutup seluruh operasionalnya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta pemerintah segera mengambil langkah antisipatif guna menangani dampak yang ditimbulkan.

Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan bahwa pemerintah harus bersikap proaktif dalam menghadapi penutupan Sritex. Menurutnya, ribuan karyawan kini menjadi korban situasi yang sulit, padahal mereka telah bekerja secara profesional dan mematuhi regulasi yang berlaku. Penutupan ini semakin memberatkan para pekerja di tengah meningkatnya kebutuhan ekonomi, terutama menjelang Ramadan dan Lebaran.

Saleh menyoroti bahwa di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil, mencari pekerjaan pengganti bukanlah hal mudah bagi para mantan karyawan Sritex. Mereka yang berasal dari kelas menengah ini kini kehilangan mata pencaharian dan tidak memiliki banyak pilihan untuk mengadu. Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi terbaik guna meringankan beban mereka. Ia juga menyinggung pernyataan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, yang sebelumnya memastikan bahwa pemerintah telah memiliki skema untuk menangani situasi ini tanpa adanya PHK. Kini, menurut Saleh, keberpihakan dan langkah nyata dari Kementerian Perindustrian sangat diperlukan.

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai langkah untuk mengantisipasi PHK massal yang terjadi akibat kebangkrutan Sritex. Sejak perusahaan dinyatakan pailit pada Oktober 2024, pemerintah telah berkomunikasi dengan manajemen Sritex, kurator, serikat pekerja, serta dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terpenuhi serta memitigasi kemungkinan PHK yang lebih luas.

Kemnaker juga menegaskan komitmennya untuk memastikan para pekerja yang terdampak tetap mendapatkan hak-haknya, termasuk upah yang belum dibayarkan, pesangon, serta manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebagai upaya mitigasi lebih lanjut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan di wilayah Solo dan sekitarnya guna memetakan peluang kerja yang tersedia. Berdasarkan data terakhir, terdapat sekitar 10.666 lowongan pekerjaan di sektor garmen, plastik, sepatu, ritel, makanan dan minuman, batik, serta industri jasa yang dapat menjadi alternatif bagi pekerja yang terdampak PHK.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam menanggulangi dampak pailitnya Sritex terhadap tenaga kerja. DPR dan berbagai pihak terus mendesak agar kebijakan afirmatif segera diterapkan untuk melindungi hak-hak pekerja serta memastikan mereka dapat segera mendapatkan pekerjaan baru demi keberlangsungan hidup mereka.