Print

Inditex, pemilik merek mode global seperti Zara, Massimo Dutti, dan Pull & Bear, kembali mencatatkan rekor laba tahunan untuk ketiga kalinya berturut-turut. Perusahaan asal Spanyol ini melaporkan laba bersih sebesar 5,87 miliar euro (sekitar Rp 105 triliun) pada tahun fiskal yang berakhir 31 Januari 2025, meningkat dari 5,38 miliar euro pada tahun sebelumnya.

Didirikan oleh Amancio Ortega pada 1963 sebagai jasa jahit GOA, Inditex berkembang pesat dengan pembukaan toko Zara pertama di A Coruña pada 1975. Ekspansi globalnya dimulai pada era 1980-an, dengan toko-toko yang hadir di Porto, New York, dan Paris. Pada dekade 1990-an, perusahaan ini memperluas jangkauannya dengan menambah merek seperti Pull & Bear, Massimo Dutti, Bershka, dan Stradivarius ke dalam portofolionya. Berkat strategi ekspansi dan penetapan harga yang efektif, Inditex terus mencatatkan performa keuangan yang impresif.

Namun, kesuksesan Inditex berbanding terbalik dengan kondisi industri tekstil di Indonesia. Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri saat ini menghadapi tekanan berat akibat maraknya barang impor dan lemahnya daya saing industri lokal. Awal Maret lalu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil, mengungkapkan bahwa lebih dari sepuluh perusahaan TPT berada dalam kondisi kritis dan berisiko gulung tikar.

Farhan menjelaskan bahwa tekanan impor dan ketidakmampuan industri lokal untuk bersaing di pasar menyebabkan banyak pabrik mengalami kesulitan bertahan. Ia juga menyoroti kondisi pasar yang kurang mendukung pertumbuhan industri tekstil domestik, sehingga semakin banyak perusahaan yang mengalami kesulitan finansial.

Kontras antara keberhasilan Inditex dan tantangan yang dihadapi industri tekstil Indonesia mencerminkan perbedaan strategi bisnis, daya saing, serta kebijakan perdagangan di masing-masing negara. Keberhasilan Inditex dalam memperluas pasar dan meningkatkan profitabilitas menunjukkan pentingnya inovasi, efisiensi, dan adaptasi terhadap dinamika industri mode global. Di sisi lain, industri tekstil Indonesia perlu mencari solusi untuk meningkatkan daya saing dan melindungi pasar domestik dari tekanan eksternal.