Setelah PT Sritex mengalami kepailitan, pemerintah mengambil langkah untuk memperkuat sektor padat karya, terutama industri tekstil. Salah satu upaya yang dirancang adalah merumuskan proyek strategis nasional berupa deregulasi serta subsidi investasi revitalisasi permesinan bagi usaha kecil dan menengah di sektor ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa penguatan industri tekstil menjadi prioritas karena sektor ini memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Dengan nilai ekspor yang mencapai lebih dari 2 miliar dolar AS serta menyerap hingga 4 juta tenaga kerja, industri tekstil memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto mengarahkan pemerintah untuk membuat proyek strategis nasional yang dapat mempercepat investasi di sektor padat karya. Salah satu kebijakan utama yang akan diterapkan adalah deregulasi guna menghilangkan hambatan bagi para investor. Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa deregulasi ini akan mencakup kemudahan perizinan bagi perusahaan tekstil, baik yang berada di kawasan industri maupun di luar kawasan industri. Selain itu, pemerintah juga akan mempermudah pengurusan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) serta membentuk satuan tugas khusus untuk mendukung pelaksanaannya.
Di sisi lain, rantai pasok industri tekstil akan disederhanakan dengan harmonisasi tarif yang berlaku. Kebijakan anti-dumping juga akan diterapkan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan dengan negara lain seperti Thailand, Vietnam, dan Bangladesh. Selain kebijakan domestik, pemerintah juga fokus pada penguatan akses pasar global. Uni Eropa menjadi tujuan utama ekspor tekstil Indonesia dengan proporsi mencapai 30 persen dari total permintaan global, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 15 persen. Oleh karena itu, penyelesaian perjanjian kerja sama komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (EU-CEPA) menjadi prioritas. Berkaca pada pengalaman Vietnam, penyelesaian perjanjian serupa dapat meningkatkan ekspor hingga 50 persen.
Untuk mendukung daya saing industri, pemerintah juga menyiapkan langkah-langkah khusus bagi usaha kecil dan menengah, salah satunya dengan memberikan subsidi investasi untuk revitalisasi permesinan. Airlangga mengungkapkan bahwa regulasi terkait akan segera diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan, dengan alokasi dana sebesar Rp 20 triliun untuk subsidi kredit investasi. Kredit ini diberikan dengan skema pinjaman selama lima tahun dan bunga yang disubsidi sebesar 5 persen. Program subsidi ini tidak hanya ditujukan untuk industri tekstil tetapi juga sektor lainnya seperti sepatu, makanan dan minuman, furnitur, serta kulit.
Pemerintah optimistis bahwa dengan berbagai langkah ini, sektor padat karya dapat kembali tumbuh dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Target utama adalah agar industri tekstil kembali bergeliat setelah penyelesaian EU-CEPA. Luhut menambahkan bahwa deregulasi telah terbukti efektif dalam meningkatkan ekspor hingga 20 persen pada dekade 1980-an. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan serupa guna mengatasi hambatan investasi yang selama ini menghambat pertumbuhan industri Indonesia. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan dalam rapat terbatas pekan depan sebelum pemerintah mengumumkan langkah-langkah konkret dalam mendukung industri tekstil nasional.