Print

Rencana relokasi pabrik dan investasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China ke Indonesia mengalami kendala besar akibat permasalahan birokrasi. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengungkap bahwa birokrasi yang rumit dan tidak transparan menjadi hambatan utama dalam menarik investasi asing di sektor ini. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa potensi investasi dari China ke Indonesia sebenarnya sangat besar, terutama akibat perang tarif antara China dan Amerika Serikat. Namun, proses perizinan yang berbelit serta adanya oknum birokrasi yang bermain dalam pengurusan izin membuat investasi ini mandek.

Indonesia dipandang sebagai negara potensial untuk relokasi industri tekstil dari China, mengingat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk asal China. Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi di sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Pada tahun 2024, nilai investasi sektor ini mencapai Rp39,21 triliun, meningkat 31,1% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp29,92 triliun. Investasi di industri pakaian jadi bahkan melonjak 124,9%, dari Rp4,53 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp10,20 triliun pada tahun 2024. Selain itu, pada kuartal I tahun 2025, terdapat empat industri tekstil dan pakaian jadi yang mendapatkan Surat Keterangan Usaha (SKU) dengan total investasi sebesar Rp304,43 miliar, yang diperkirakan mampu menyerap 1.907 tenaga kerja.

Meski angka investasi menunjukkan tren positif, Redma menyoroti bahwa keberlanjutan investasi di sektor ini bergantung pada langkah konkret pemerintah dalam memperbaiki birokrasi. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan reformasi besar dalam sistem perizinan agar tidak hanya sekadar menciptakan program yang terlihat mentereng tetapi minim dampak nyata bagi industri. Jika hambatan birokrasi ini terus berlanjut, maka potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam menarik investasi tekstil dari China bisa saja terbuang sia-sia.

Pemerintah sendiri telah menyatakan komitmennya untuk melakukan deregulasi perizinan di sektor TPT guna meningkatkan daya saing industri dan menarik lebih banyak investor. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa industri tekstil dan produk tekstil memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Sektor ini berkontribusi terhadap ekspor lebih dari US$2 miliar dan menyerap hampir 4 juta tenaga kerja. Dengan meningkatnya produksi barang bernilai tambah tinggi seperti sepatu dan tekstil, Indonesia sebenarnya sudah naik kelas dalam industri manufaktur global.

Namun, agar dapat benar-benar menarik lebih banyak investasi, masih dibutuhkan perbaikan mendasar dalam regulasi dan perizinan. Airlangga menekankan pentingnya penyederhanaan proses perizinan agar investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya di sektor tekstil dan produk tekstil. Jika langkah ini dapat direalisasikan dengan baik, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat industri tekstil yang lebih kompetitif di pasar global.