Print

Kebijakan tarif baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk China pada tahun 2025 membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Negeri Paman Sam. Peneliti utama dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab sekaligus Founder Datawheel, Cesar Hidalgo, mengungkapkan bahwa tarif sebesar 10-20 persen yang diterapkan pemerintahan Donald Trump akan mendorong pergeseran rantai pasok global, yang menguntungkan sektor manufaktur Indonesia.

Sektor tekstil, garmen, dan alas kaki diperkirakan mengalami lonjakan ekspor hingga USD 732 juta, sementara industri elektronik dan perabot juga berpotensi mendapat manfaat besar. Cesar menyebut Indonesia sebagai salah satu dari enam negara yang paling diuntungkan oleh perubahan kebijakan ini. Kenaikan ekspor Indonesia ke AS bahkan diprediksi melampaui Malaysia, Thailand, dan Filipina, berkat daya saing industri manufaktur serta kebijakan pemerintah yang mendorong investasi dan ekspor. Namun, pertumbuhan ekspor Indonesia masih diperkirakan lebih rendah dibandingkan Vietnam.

Sejalan dengan proyeksi tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia pada Februari 2025 mencapai USD 1,02 miliar, naik 1,41 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan terbesar terjadi pada ekspor ke AS, yang naik sebesar USD 17,4 juta atau 4,13 persen dibandingkan Januari 2025.

Sementara itu, dari sisi impor, terdapat penurunan signifikan dalam impor tekstil dan produk tekstil. Pada Februari 2025, impor tercatat sebesar USD 606,8 juta, turun 20,74 persen secara bulanan. Tren ini menunjukkan bahwa industri tekstil dalam negeri semakin kompetitif di pasar global, terutama di tengah dinamika perdagangan internasional yang terus berubah.