Print

Setiap menjelang Lebaran, kebiasaan membeli baju baru seolah menjadi tradisi yang sulit dilepaskan. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa kebiasaan ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan? Limbah pakaian yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari tanah, air, dan udara, sementara produksi tekstil itu sendiri berkontribusi pada emisi gas rumah kaca yang signifikan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021 melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian per tahun, yang setara dengan 12 persen dari total limbah rumah tangga. Sayangnya, hanya sekitar 0,3 juta ton yang dapat didaur ulang, sementara sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau mencemari lingkungan. Selain itu, zat kimia dalam pewarna tekstil sering kali berbahaya bagi sumber air bersih, dan proses produksi pakaian sendiri menghasilkan emisi karbon yang cukup tinggi. Industri fashion bahkan disebut sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, dengan rata-rata produksi 1 kg tekstil menghasilkan 20–23 kg gas rumah kaca, yang secara global berkontribusi sekitar 4–8 persen terhadap total emisi.

Meski begitu, bukan berarti kita tidak boleh membeli baju baru sama sekali. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa lebih bijak dalam berbelanja dan memilih alternatif yang lebih ramah lingkungan. Beberapa langkah sederhana bisa dilakukan untuk tetap tampil modis tanpa harus berdampak negatif pada lingkungan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kembali pakaian yang sudah ada. Baju Lebaran tahun lalu yang masih bagus dapat dikombinasikan dengan aksesori atau item fashion lain agar terlihat lebih fresh dan tetap stylish.

Selain itu, mendukung sustainable fashion bisa menjadi pilihan tepat. Saat ini, banyak brand lokal yang menerapkan prinsip ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan daur ulang dan mengadopsi proses produksi yang minim limbah. Alternatif lainnya adalah berbelanja pakaian second-hand atau thrifting. Selain lebih hemat, membeli baju bekas berkualitas juga membantu mengurangi jumlah pakaian yang berakhir di tempat sampah. Thrifting kini bukan lagi sekadar kebutuhan, melainkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup ramah lingkungan yang semakin populer.

Jika memang ingin membeli baju baru, pastikan untuk memilih pakaian yang berkualitas dan tahan lama. Hindari membeli hanya karena tren sesaat dan pastikan bahan yang digunakan nyaman serta awet untuk pemakaian jangka panjang. Sebagai konsumen, kita memiliki peran besar dalam mengurangi dampak limbah fashion. Dengan tidak membeli pakaian secara berlebihan, mendukung produk lokal yang ramah lingkungan, serta menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai, kita dapat membantu mengurangi pencemaran tekstil.

Mengikuti program daur ulang pakaian yang kini mulai banyak digerakkan oleh berbagai komunitas juga bisa menjadi solusi menarik. Selain berdampak positif bagi lingkungan, program ini sering kali memberikan keuntungan seperti voucher diskon atau manfaat lainnya bagi para pesertanya.

Lebaran bukan hanya tentang seberapa baru pakaian yang kita kenakan, tetapi lebih pada kebersihan hati dan kebersamaan dengan keluarga. Dengan lebih bijak dalam memilih pakaian, kita tidak hanya berhemat tetapi juga turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tetap stylish tanpa merusak bumi adalah pilihan yang bijak dan penuh makna.