Pemerintah Indonesia terus mendorong Uni Eropa untuk membuka akses pasar yang lebih luas bagi sejumlah produk unggulan nasional, terutama minyak sawit, tekstil, alas kaki, dan produk perikanan. Dorongan ini disampaikan langsung oleh Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, saat menerima kunjungan Menteri Urusan Perdagangan Luar Negeri dan Warga Prancis di Luar Negeri, Laurent Saint-Martin, pada Rabu (9/4) di Jakarta.
Pertemuan tersebut dimanfaatkan sebagai momentum untuk menegaskan kembali pentingnya penyelesaian Perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (Indonesia–EU CEPA) yang telah lama dibahas. Pemerintah Indonesia berharap Prancis dapat memainkan peran penting dalam mendorong tercapainya kesepakatan yang konkret dan menguntungkan kedua pihak. Saat ini, diskusi intensif tengah dilakukan oleh para ketua perunding dan kelompok kerja terkait untuk menyelesaikan sejumlah isu penting yang masih tersisa.
Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa perjanjian CEPA harus mampu menghasilkan kesepakatan yang adil dan realistis, mengingat beberapa kebijakan yang diterapkan Uni Eropa saat ini dinilai berpotensi menjadi penghambat ekspor Indonesia. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang telah ditunda implementasinya. Meski menyambut baik penundaan tersebut, pemerintah Indonesia tetap meminta agar regulasi tersebut dievaluasi secara menyeluruh karena dinilai bersifat diskriminatif dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya kerja sama yang erat dan strategis antara kedua belah pihak untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Menurut Mendag, penyelesaian CEPA menjadi jalur terbaik untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan bagi Indonesia dan negara-negara anggota Uni Eropa.
Sementara itu, data perdagangan menunjukkan adanya tren positif dalam hubungan dagang Indonesia-Prancis. Meskipun neraca perdagangan Indonesia terhadap Prancis masih mencatat defisit sebesar US$532,4 juta pada 2024, angka tersebut mengalami penurunan sebesar 14,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, defisit pada Januari 2025 tercatat hanya US$15,9 juta, turun signifikan dari US$47,7 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Adapun beberapa produk utama Indonesia yang diekspor ke Prancis meliputi transformator elektrik, konverter statis, aparatus listrik, kendaraan bermotor, cokelat, serta mentega dan minyak nabati. Pemerintah berharap, dengan terbukanya akses pasar yang lebih luas melalui CEPA, produk-produk tersebut dapat semakin bersaing di pasar Eropa dan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.