Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kebijakan kuota impor mendapat sorotan tajam dari pelaku industri tekstil dalam negeri. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan ini dapat menjadi pukulan telak bagi keberlangsungan sektor tekstil nasional yang selama ini sudah tertekan oleh gempuran produk impor.
Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, menyebut penghapusan kuota impor berpotensi membuat mayoritas pelaku industri tekstil meninggalkan usahanya. Ia memperkirakan sekitar 70% pengusaha tekstil akan beralih profesi menjadi pedagang karena dianggap lebih mudah dan tidak dibatasi oleh regulasi yang rumit. Ian menyoroti ketimpangan antara kemudahan membuka usaha dagang secara virtual dibandingkan kesulitan membangun industri riil seperti pabrik yang memerlukan proses panjang dan birokrasi berbelit.
Ian mengaku khawatir akan menjadi generasi terakhir yang masih berminat membangun industri manufaktur tekstil di Indonesia. Menurutnya, iklim usaha saat ini tidak memberikan dukungan yang memadai bagi pelaku industri lokal. Selain penghapusan kuota impor, ia juga menyoroti sejumlah kebijakan lain yang turut melemahkan industri tekstil, seperti aturan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang diperbolehkan membawa barang senilai hingga US$1.400 dan maraknya kembali jasa titip (jastip) yang sempat dilarang.
Fenomena jastip yang ramai di media sosial, khususnya TikTok, dinilai telah mematikan industri kreatif dalam negeri. Banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang sebelumnya memproduksi barang lokal kini lebih memilih menjadi reseller produk impor karena lebih praktis dan menguntungkan dalam jangka pendek.
Sementara itu, Presiden Prabowo dalam sebuah forum ekonomi menjelaskan bahwa penghapusan kuota impor ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi dan mendorong kelancaran usaha. Ia menilai selama ini terlalu banyak hambatan bagi pengusaha untuk melakukan impor, termasuk aturan yang mewajibkan penunjukan importir oleh pemerintah. Prabowo menegaskan bahwa untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seharusnya siapa pun yang mampu melakukan impor diberi kebebasan tanpa perlu melalui jalur kuota.
Menurut Prabowo, pengusaha adalah ujung tombak penciptaan lapangan kerja dan perlu didorong dengan regulasi yang memudahkan. Ia berharap dengan iklim usaha yang lebih terbuka, dunia usaha akan tumbuh lebih cepat dan dapat memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian nasional, termasuk dengan membayar pajak secara benar.
Meski niat pemerintah terkesan berpihak pada pengusaha, API menilai perlu ada pembeda antara pelaku industri dan pedagang. Tanpa perlindungan terhadap industri lokal, terutama sektor padat karya seperti tekstil, kebijakan liberalisasi impor justru dikhawatirkan akan menciptakan ketergantungan terhadap barang asing dan mematikan potensi ekonomi dalam negeri.