Meningkatnya arus produk tekstil impor di pasar Indonesia kini menjadi sumber kekhawatiran besar. Akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, surplus barang murah asal Cina membanjiri berbagai negara, termasuk Indonesia. Kondisi ini menekan industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dalam negeri yang semakin kesulitan bertahan di tengah gempuran produk asing.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menyuarakan keresahan para pelaku usaha terkait maraknya produk tekstil impor di pasar domestik. Ia menyoroti fenomena banyaknya produk impor ilegal yang kini dijual bebas seolah-olah legal, mematikan ruang gerak industri lokal. Menurutnya, produk-produk baru dengan harga sangat murah terus menggerus pasar lokal, membuat pelaku IKM tekstil terdesak dan kehilangan daya saing.
Nandi menegaskan bahwa pelaku usaha lokal sebenarnya siap bersaing dengan produk impor yang sah. Namun, ketika harga barang tidak lagi wajar akibat manipulasi impor ilegal, banyak pelaku UMKM dan UKM yang tak mampu bertahan. Tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya beralih menjual produk impor murah, sehingga memperparah masalah ketenagakerjaan di sektor ini.
Sektor tekstil sendiri dikenal sebagai salah satu penyerap tenaga kerja terbesar, terutama bagi masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Industri konveksi membuka banyak peluang kerja dengan hanya membutuhkan keterampilan dasar seperti menjahit, tanpa memerlukan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, kejatuhan sektor ini bisa berdampak besar pada peningkatan angka pengangguran nasional.
Nandi mendesak pemerintah untuk segera bertindak memberikan perlindungan nyata bagi pasar dalam negeri. Ia menekankan bahwa jika masalah ini terus dibiarkan, maka Indonesia akan menghadapi krisis ketenagakerjaan yang lebih luas, alih-alih menciptakan lapangan kerja baru.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional memang sedang menghadapi tekanan berat. Untuk merespons kondisi ini, pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah protektif, termasuk pengetatan prosedur penerbitan surat keterangan asal (SKA) untuk mencegah manipulasi asal barang. Selain itu, pengawasan terhadap impor juga diperkuat, dan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) terus didorong untuk menjaga keberlangsungan industri lokal.