Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), termasuk kulit dan alas kaki, terus menunjukkan potensi besar sebagai penopang perekonomian nasional. Dengan karakteristik sebagai sektor padat karya, industri ini telah menyerap sekitar 3,87 juta tenaga kerja, atau 20,51% dari total tenaga kerja sektor manufaktur. Selain itu, realisasi investasi di sektor TPT pun meningkat signifikan, mencapai Rp 39,21 triliun pada 2024 atau naik 31,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang positif perkembangan ini, namun tetap mengingatkan kalangan perbankan agar menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa meski pertumbuhan industri TPT masih berlanjut, perbankan perlu mengedepankan manajemen risiko yang terukur mengingat dinamika dan tantangan ekonomi nasional serta global.
Hingga Februari 2025, penyaluran kredit perbankan kepada industri pengolahan TPT tercatat sebesar Rp 103,55 triliun, tumbuh tipis 0,19% secara tahunan. Sektor kulit dan alas kaki mencatat pertumbuhan tertinggi masing-masing sebesar 14,14% dan 3,54%. Dalam waktu yang sama, ekspor TPT juga naik 1,41% menjadi USD 1,02 miliar.
Meski demikian, industri TPT menghadapi tantangan serius, seperti tingginya biaya produksi dan banjirnya produk impor ilegal, yang turut meningkatkan risiko kredit. Dian menekankan pentingnya dukungan kebijakan pemerintah, terutama dalam hal perdagangan, industri, dan investasi untuk mengurangi disrupsi yang dihadapi industri TPT saat ini.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menilai bahwa meskipun tren penyaluran kredit ke sektor tekstil masih menarik, bank harus tetap selektif. Produk impor dari negara seperti China dan India menjadi tantangan serius bagi daya saing industri tekstil dalam negeri.
Trioksa juga mendorong pemerintah untuk melindungi industri tekstil lokal melalui kebijakan dan insentif, baik dalam bentuk insentif pajak maupun dukungan lainnya, agar pelaku industri bisa tetap kompetitif di pasar domestik.
Sementara itu, Presiden Direktur OCBC, Parwati Surjaudaja, menyampaikan bahwa portofolio kredit untuk sektor tekstil di perusahaannya masih tergolong sehat, bahkan porsinya berada di atas single digit. Ia menegaskan bahwa kualitas kredit di sektor ini tidak selalu buruk, selama perusahaan memahami risiko dan karakter industri TPT. OCBC pun tetap terbuka untuk memberikan kredit kepada pelaku industri tekstil sesuai dengan porsi dan penilaian risiko masing-masing.
Dengan prospek yang masih menjanjikan namun disertai risiko yang tidak kecil, industri tekstil menjadi ladang investasi yang membutuhkan kehati-hatian tinggi. Kolaborasi antara perbankan, pemerintah, dan pelaku usaha dinilai krusial untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan sektor ini secara sehat dan berdaya saing.